Catching Fire

Selasa, 22 Januari 2013

Pertumbuhan Sex Bebas Di Kota Besar

 
JAKARTA– Pertumbuhan budaya seks bebas di kalangan pelajar mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Pemerintah menemukan indikator baru yakni makin sulitnya menemukan remaja putri yang masih memiliki keperawanan (virginity) di kota-kota besar.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berdasar survei menyatakan separuh remaja perempuan lajang yang tinggal di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi kehilangan keperawanan dan melakukan hubungan seks pranikah. Bahkan, tidak sedikit yang hamil di luar nikah. Rentang usia remaja yang pernah melakukan hubungan seks di luar nikah antara 13-18 tahun.
“Berdasar data yang kami himpun dari 100 remaja, 51 diantaranya sudah tidak lagi perawan,” Ujar Kepala BKKBN Sugiri Syarief ketika ditemui dalam peringatan Hari AIDS sedunia di lapangan parkir IRTI Monas, Minggu (28/11) kemarin.
Ironisnya, temuan serupa juga terjadi di kota-kota besar lain di Indonesia. Selain di Jabodetabek, data yang sama juga diperoleh di wilayah lain. Di Surabaya misalnya, remaja perempuan lajang yang kegadisannya sudah hilang mencapai 54 persen, di Medan 52 persen, Bandung 47 persen, dan Yogyakarta 37 persen. Menurutnya, data ini dikumpulkan BKKBN sepanjang kurun waktu 2010 saja.
“”Ini ancaman yang diam-diam bisa menghancurkan masa depan bangsa, jadi harus segera ditemukan solusinya,” ujar Sugiri.
Maraknya perilaku seks bebas, khususnya di kalangan remaja berimbas pada kasus infeksi penularan HIV/AIDS yang cenderung berkembang di Indonesia. Perilaku seks bebas merupakan memicu meluasnya kasus HIV/AIDS. Mengutip data dari Kemenkes pada pertengahan 2010, kasus HIV/AIDS di Indonesia mencapai 21.770 kasus AIDS positif dan 47.157 kasus HIV positif dengan persentase pengidap usia 20-29 tahun (48,1 persen) dan usia 30-39 tahun (30,9 persen). Kasus penularan HIV/AIDS terbanyak ada di kalangan heteroseksual (49,3 persen) dan IDU atau jarum suntik (40,4 persen).
Fenomena free seks di kalangan remaja, menurut dia, tidak hanya menyasar pada kalangan pelajar saja, tetapi juga jamak didapati di kelompok mahasiswa. Dari 1.660 responden mahasiswi di kota pelajar Jogjakarta, sekitar 37 persen mengaku sudah kehilangan kegadisannya. Menurutnya, di samping masalah seks pranikah, remaja dihadapkan pada dua masalah besar lainnya yang terkait dengan penularan HIV/AIDS. “Masalah itu adalah tingkat aborsi yang tinggi dan penyalahgunaan narkoba,” kata Sugiri
“Data Kemenkes memang menyebutkan bahwa pertumbuhan jumlah pengguna narkoba di Indonesia saat ini mencapai 3,2 juta jiwa. Sebanyak 75 persen di antaranya atau 2,5 juta jiwa adalah remaja.
Tingkat kehamilan di luar nikah juga sangat tinggi. Sugiri mengatakan, rata-rata terdapat 17 persen kehamilan di luar nikah yang terjadi tiap tahun. Sebagian dari jumlah tersebut bermuara pada praktik aborsi. Sugiri menyampaikan, grafik aborsi di Indonesia masuk katagori lumayan tinggi, dengan jumlah rata-rata per tahun mencapai 2,4 juta jiwa.
“Ini adalah problem nasional yang harus dihadapi bersama. Jadi bukan lagi hal yang tabu untuk dibicarakan demi menemukan solusi yang tepat atas persoalan ini,” kata dia.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Hadi Supeno mengatakan pihaknya sedang merancang solusi untuk membendung arus perilaku seks bebas di kalangan pelajar. Bentuk yang paling riil adalah dengan menggiatkan pendidikan seks secara khusus kepada pelajar di sekolah-sekolah. “”berlaku di negara-negara maju. Siswa harus diberikan pendidikan seks agar mengenalinya dan meminimalkan seks bebas,” kata dia.
Yang terjadi di Indonesia, pendidikan seks tidak diberikan karena dianggap tabu. Asumsi yan beredar di kalangan publik kebanyakan bahwa pendidikan seks sama dengan sosialisasi tentang aktivitas dan identitas seks. “Padahal sebaliknya, jika pelajar itu tidak tahu akhir mereka coba-coba dan hasilnya bisa berbahaya,” kata dia.
Sejumlah poin pentiung yang dapat dijadikan materi pendidikan seks adalah tentang pengetahuan genital. Selain itu juga pemahaman mengenai organ-organ tubuh mana yang boleh dilihat atau tidak. Pelajar juga harus mafhum sampai sebatas mana bergaul dengan teman lain jenis kelamin dapat dilakukan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar