Catching Fire

Selasa, 29 Oktober 2013

Sistem Penganggaran (Budgeting System)

“Performance based budgeting direct link between allocating resources through the budget and performance in reaching stated objectives” (Jack Diamond, IMF, 2003)
“Performance budgeting can be broadly defined as any budget that presents information on what agencies have done or expect to do with the money provided”.(Allen Schick, 2003)
Masalah sistem penganggaran kembali mengemuka di awal tahun 2000an, ketika beberapa ketentuan yang diterbitkan pemerintah mengharuskan digunakannya sistem penganggaran berbasis kinerja (performance budget system). Sistem ini diajukan sebagai pengganti sistem sebelumnya, yaitu sistem penganggaran tradisional (traditional budget system) yang ditengarai sarat dengan kelemahan, yang berimbas pada praktik penganggaran yang boros dan korup. Memang, ada yang menganggap bahwa digunakannya sistem penganggaran berbasis kinerja untuk sektor pemerintahan sesungguhnya tidak tepat benar, karena beberapa alasan. Di antaranya adalah bahwa kinerja dalam bentuk outcome adalah sesuatu yang tidak bisa dilihat dalam kurun waktu satu atau dua tahun, sehingga yang bisa dilihat dalam kurun waktu tersebut hanya output.
Hal mendasar lain yang menjadi kecemasan adalah bahwa produk kegiatan pemerintahan seringkali tidak dapat diukur dalam satuan ukuran yang kuantitatif, sehingga mengukur kinerja atas produk kegiatan pemerintahan juga bukanlah hal yang mudah. Yang bisa dilakukan paling hanyalah mencari kesetaraan ukuran atau sekedar menetapkan hal-hal yang bisa diukur dari produk kegiatan pemerintahan tersebut.
Berbeda dengan kegiatan di sektor privat atau swasta, produk kegiatan usaha bisnis sektor privat lebih gampang diukur. Bagian pemasaran sebuah perusahaan, misalnya, bisa menetapkan anggaran pemasaran sejumlah tertentu, dengan target kontribusi terhadap pendapatan sejumlah tertentu. Jadi, jelas ada hubungan antara kegiatan pemasaran berbiaya sejumlah tertentu dengan target yang harus dicapai, misalnya tingkat penjualan tertentu. Itu pun masih dengan catatan, yaitu bahwa kegiatan pemasaran di suatu tahun tidak otomatis berhubungan langsung dengan pencapaian tingkat penjualan tahun yang sama. Bisa jadi, kegiatan pemasaran yang gencar di tahun sekarang baru berimbas positif terhadap tingkat penjualan di tahun mendatang.
Kembali ke permasalahan sistem penganggaran yang tepat bagi sektor publik atau pemerintahan. Di masa lalu, ketika melihat kelemahan praktik sistem penganggaran tradisional, lantas ada pemikiran untuk lebih mengembangkan sistem penganggaran yang lebih memfokuskan pada penyusunan perencanaan dan pemrograman yang ketat, sehingga penyusunan anggaran dilakukan berdasarkan perencanaan program-program kegiatan yang terarah dan prioritas, tidak sekadar bahwa suatu kegiatan diadakan. Skala prioritas inilah yang menjadi kekuatan sistem penganggaran yang dikenal sebagai planning programming budget system. Sistem ini juga diyakini mampu mengatasi masalah keterbatasan anggaran yang tersedia, karena memang sistem ini dikembangkan sebagai upaya untuk memecahkan keterbatasan anggaran.
Di sisi lain, sistem penganggaran berbasis kinerja juga menjanjikan hal yang baik. Paling tidak, sistem ini memberikan petunjuk adanya hubungan antara input dan output, serta outcome. Jadi, tak lagi sekedar melahirkan selesai sebuah kegiatan tanpa arah yang jelas. Sayangnya, kendati menjanjikan hal yang baik, sistem ini juga mengandung kelemahan mendasar, yaitu bahwa tidak mudah mengukur kinerja dalam bentuk outcome, pun dalam praktik kompetensi sumber daya manusia yang bisa merumuskan tolok ukur output dan outcome secara tepat tidaklah banyak.
Tapi apa boleh buat, jangkar telah diangkat, kapalpun harus tetap berlayar, maka permasalahan kelemahan sistem penganggaran berbasis kinerja dalam tataran teknis dan operasional, harus dicari jalan keluarnya. Memang, sekali lagi, bukanlah hal yang mudah untuk bisa mencapai praktik penganggaran berbasis kinerja yang paling ideal. Yang bisa dilakukan saat ini adalah mencoba menciptakan suatu pola pikir penyusunan anggaran, dan juga implementasinya, yang tidak lagi sekedar menyusun anggaran untuk sebuah kegiatan yang sekadar ada, tanpa mempertimbangkan prioritas kegiatan. Pertimbangan prioritas kegiatan jelas sebuah keharusan mutlak, terutama terkait dengan kendala keterbatasan dana yang tersedia.
Lantas, memang ada keluhan, bagaimana mungkin mencapai kinerja ideal, jika anggaran yang tersedia tidak mencukupi? Justru di situ mungkin permasalahan utama. Meski sudah dibungkus dengan istilah berbasis kinerja, toh jiwa sistem penganggaran tradisional tak seluruhnya bisa dihapuskan. Bukan hanya karena sistem tradisional ini sudah mendarah daging selama tiga puluh tahun, namun juga karena pola pikir yang ada tidak diubah. Lihatlah, bagaimana anggaran yang disusun lebih berorientasi pada kenaikan jumlah anggaran. Jarang sekali anggaran suatu unit kerja disusun lebih kecil dari tahun-tahun sebelumnya. Akibatnya, kebutuhan anggaran untuk belanja menjadi membesar, sementara anggaran pendapatan justru masih dalam kondisi ketidakjelasan.
Jika anggaran belanja cenderung membesar dari tahun ke tahun, yang dalam istilah lain sering disebut sebagai sistem incremental, maka kesulitan justru menyangkut anggaran pendapatan. Lihatlah struktur anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sesungguhnya, sistem anggaran defisit telah kita pilih sejak lama, sehingga akibatnya defisit harus ditutup dengan kegiatan pembiayaan tertentu, di antaranya utang luar negeri. Maka, menafikan utang luar negeri menjadi hal yang tidak tepat jika orientasi belanja tetap bersifat incremental.
Masalah lain yang harus segera dipecahkan adalah bahwa hingga kini di pemerintahan pusat maupun daerah tidak ada Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang dapat digunakan sebagai dasar menetapkan target outcome minimum. Padahal, konsep teoretis sistem penganggaran berbasis kinerja mengharuskan keberadaan SPM, dan juga sebuah Analisis Standar Biaya (ASB). Kalaupun ada SPM itu pun baru untuk beberapa departemen.
Belum lagi masalah keberadaan ASB. Kiranya belum ada satupun unit kerja pemerintahan yang saat ini telah memiliki ASB baku. Ini beralasan, karena salah satu dasar penyusunan ASB adalah keberadaan suatu sistem akuntansi yang baik. Saat ini, praktik akuntansi pemerintah pusat dan daerah masih dalam tahap pengembangan, sehingga masih diragukan apakah data akuntansi yang dihasilkan bisa digunakan untuk menyusun standar biaya untuk kegiatan-kegiatan pemerintahan. Ini berbeda dengan praktik yang ada di sektor privat atau swasta, di mana penetapan harga standar bisa dihitung dari data masa lalu yang dihasilkan oleh sistem akuntansi yang ada setelah disesuaikan dengan unsur lain.
SISTEM PENGANGGARAN
Anggaran disusun dengan berbagai sistem-sistem yang dipengaruhi oleh pikiran-pikiran yang melandasi pendekatan tersebut. Adapun sistem-sistem dalam penyusunan anggaran yang sering digunakan adalah:
a. Traditional Budgeting System
b. Performance Budgeting System
c. Planning Programming Budgeting System (PPBS)
a. Traditional Budgeting System (Sistem Anggaran Tradisional)
Traditional budgeting system adalah suatu cara menyusun anggaran yang tidak didasarkan atas pemikiran dan analisa rangkaian kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Penyusunannya lebih didasarkan pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran.
Dalam sistem ini, perhatian lebih banyak ditekankan pada pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran secara akuntansi yang meliputi pelaksanaan anggaran, pengawasan anggaran dan penyusunan pembukuannya. Pengelompokan pos-pos anggaran didasarkan atas obyek-obyek pengeluaran, sedangkan distribusi anggaran didasarkan atas jatah tiap-tiap departemen/lembaga.
Sistem pertanggungjawabannya hanya menggunakan kuitansi pengeluaran saja, tanpa diperiksa dan diteliti apakah dana telah digunakan secara efektif/efisien atau tidak. Mula-mula pemerintah memberi jatah dana untuk tiap-tiap departemen lembaga kemudian setiap departemen/lembaga mengambil jatah dana tersebut dan menggunakannya untuk melaksanakan kegiatan sampai habis. Setelah dana tersebut habis dipakai, setiap departemen/lembaga melaporkan bahwa dana tersebut sudah dipakai. Jadi tolok ukur keberhasilan anggaran tersebut adalah pada hasil kerja, maksudnya jika anggaran tersebut seimbang (balance) maka anggaran tersebut dapat dikatakan berhasil, tetapi jika anggaran tersebut defisit atau surplus, berarti anggaran tersebut gagal.
Jelaslah, di sini bahwa sistem anggaran tradisional lebih menekan pada segi pertanggungjawaban keuangan (dana) dari sudut akuntansinya saja tanpa diuji efisien tidaknya penggunaan dana tersebut. Anggaran diartikan semata-mata sebagai alat dan sebagai dasar legitimasi (pengabsahan) berapa besarnya pengeluaran negara dan berapa besarnya penerimaan yang dibutuhkan untuk menutup pengeluaran tersebut.
b. Performance Budgeting System
Performance budgeting system berorientasi kepada pendayagunaan dana yang tersedia untuk mencapai hasil yang optimal dari kegiatan yang dilaksanakan. Sistem penyusunan anggaran ini tidak hanya didasarkan kepada apa yang dibelanjakan saja, seperti yang terjadi di dalam “Traditional Budget”, tetapi juga didasarkan kepada tujuan-tujuan atau rencana-rencana tertentu yang untuk pelaksanaannya perlu disusun atau didukung oleh suatu anggaran biaya yang cukup dan biaya/dana yang dipakai tersebut harus dijalankan secara efektif dan efisien.
Jadi, dalam sistem anggaran performance ini bukan semata-mata berorientasi kepada berapa jumlah yang dikeluarkan, tetapi sudah dipikirkan terlebih dulu mengenai rencana kegiatan, apa yang akan dicapai, proyek apa yang akan dikerjakan, dan bagaimana pengalokasian biaya agar digunakan secara efektif dan efisien.
Sistem ini mulai menitikberatkan pada segi penatalaksanaan (management control), sehingga dalam sistem ini efisiensi penggunaan dana diperiksa, juga hasil kerjanya. Pengelompokan pos-pos anggaran didasarkan atas kegiatan dan telah ditetapkan suatu tolok ukur berupa standar biaya dan hasil kerjanya. Salah satu syarat utama untuk penerapan sistem ini adalah digunakannya sistem akuntansi biaya sebagai alat untuk menentukan biaya masing-masing program dan akuntansi biaya sebagai alat untuk mengukur tingkat efisiensi pengeluaran dana.
Tolok ukur keberhasilan sistem anggaran ini adalah performance atau prestasi dari tujuan atau hasil anggaran itu dengan menggunakan dana secara efisien.
c. Planning, Programming, Budgeting System (PPBS)
Dalam PPBS ini, perhatian banyak ditekankan pada penyusunan rencana dan program. Rencana disusun sesuai dengan tujuan nasional yaitu untuk kesejahteraan rakyat karena pemerintah bertanggung jawab dalam produksi dan distribusi barang-narang maupun jasa-jasa dan alokasi sumber-sumber ekonomi yang lain. Pengukuran manfaat penggunaan dana, dilihat dari sudut pengaruhnya terhadap lingkungan secara keseluruhan, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Pengelompokan pos-pos anggaran didasarkan atas tujuan-tujuan yang hendak dicapai di masa yang akan datang. Mengenai proses penyusunan PPBS ini, melalui beberapa tahap sebagai berikut:
1.Menentukan tujuan yang hendak dicapai;
2.Mengkaji pengalaman-pengalaman di masa lalu;
3.Melihat prospek perkembangan yang akan datang;
4.Menyusun rencana yang bersifat umum mengenai apa yang akan dilaksanakan.
Setelah keempat tahap, di atas selesai disusun, barulah memasuki tahap selanjutnya yang terdiri dari :
1.Menyusun program pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan
2.Berdasarkan program pelaksanaan ditentukan berapa jumlah dana yang diperlukan untuk melaksanakan program-program tersebut.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam PPBS adalah:
1.Untuk menerapkan sistem ini, dituntut kemampuan dalam menyusun rencana dan program secara terpadu
2.Dibutuhkan informasi yang lengkap, baik informasi masa lalu maupun informasi masa yang akan datang yang relevan dengan kebutuhan penyusunan rencana dan program tersebut.
3.Pengawasan mulai dilaksanakan sebelum pelaksanaan sampai selesainya pelaksanaan rencana dan program.
Selain ketiga bentuk sistem penganggaran tersebut di atas, dikenal pula sistem penganggaran yang dinamakan Zero Based Budgeting(ZBB). ZBB merupakan sistem penganggaran yang didasarkan pada perkiraan kegiatan tahun yang bersangkutan, bukan pada apa yang telah dilakukan pada masa lalu. ZBB mensyaratkan adanya evaluasi atas semua kegiatan atau pengeluaran dan semua kegiatan dimulai dari basis nol, tidak ada level pengeluaran minimum tertentu.
Kesimpulan :
A. SISTEM ANGGARAN TRADISIONAL
1. Sistem anggaran tradisional adalah sistem anggaran yang berdasarkan jenis-jenis pengeluaran dan penerimaan. Dasar pemikirannya adalah setiap pengeluaran negara harus didasarkan pada perhitungan dan penelitian yang ketat agar tidak terjadi pemborosan dan penyimpangan atas dana yang terbatas.
2. Ciri-ciri sistem anggaran tradisional:
a. Anggaran diklasifikasikan menurut jenis pengeluaran dan penerimaan.
b. Berorientasi ke belakang (backward oriented), artinya anggaran tahun sebelumnya dijadikan acuan untuk menyusun anggaran tahun berjalan.
c. Bersifat incremental karena memasukkan unsur tambahan/marjinal terhadap anggaran tahun yang lalu sebagai dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya.
d. Menitikberatkan pada input dari semua kegiatan daripada outputnya.
3. Kelebihan:
a. Sederhana dan mudah dioperasikan karena tidak memerlukan analisis yang rumit.
b. Backward oriented dapat menjamin kepastian dibandingkan dengan forward oriented karena keadaan di masa depan sulit untuk diprediksi.
c. Lebih mudah dalam melakukan pengawasan.
4. Kelemahan:
a. Klasifikasi berdasarkan jenis penerimaan dan pengeluaran kurang dapat memberikan informasi yang berguna bagi kepentingan analisis ekonomi.
b. Hanya memberikan informasi tentang kegiatan yang dilakukan, bukan hasil dari kegiatan tersebut.
c. Klasifikasi anggaran tidak menggambarkan adanya suatu program.
d. Hanya mencakup satu tahun anggaran sehingga kurang dapat menjelaskan pengeluaran yang akibatnya lebih dari satu tahun anggaran.
e. Mengabaikan aspek analisis manfaat (cara menentukan bahwa suatu kegiatan mendapatkan alokasi yang lebih besar dibandingkan kegiatan yang lain).
B. ANGGARAN BERBASIS KINERJA (PERFORMANCE BUDGETING SYSTEM)
1. Anggaran berbasis kinerja merupakan pendekatan penyusunan anggaran berdasarkan beban kerja dan unit cost data ke dalam setiap kegiatan yang terstruktur dalam suatu program untuk mencapai tujuan. Dasar pemikirannya adalah penganggaran harus dapat digunakan sebagai alat menajemen sehingga penyusunan anggaran harus dapat memberikan hasil yang berguna bagi pengambilan keputusan manajerial (legislatif/eksekutif). Oleh karena itu, anggaran harus dianggap sebagai program kerja.
2. Anggaran berbasis kinerja memusatkan perhatian pada pengukuran efisiensi hasil kerja dengan tujuan memaksimumkan output yang dapat dihasilkan dari input tertentu.
3. Tiga unsur pokok anggaran berbasis kinerja, yaitu:
a. Pengeluaran pemerintah dikelompokkan menurut program dan kegiatan.
b. Performance measurement (pengukuran hasil kerja).
c. Program reporting (pelaporan program).
4. Ciri-ciri anggaran berbasis kinerja:
a. Klasifikasi anggaran didasarkan pada program dan kegiatan.
b. Penekanan pada pengukuran hasil kerja dan bukan pada aspek pengawasan.
c. Setiap kegiatan harus dilihat dari segi efisiensi dengan memaksimalkan output.
d. Memerlukan standar pengukuran hasil kinerja.
5. Kelebihan:
a. Memungkinkan pendelegasian wewenang dalam pengambilan keputusan.
b. Merangsang partisipasi motivasi aktif unit-unit operasional melalui proses usul dari bawah dan penilaian anggaran yang bersifat aktual.
c. Meningkatkan fungsi perencanaan dan mempertajam pembuatan keputusan pada setiap tingkat eksekutif.
d. Memungkinkan alokasi dana secara optimal karena setiap kegiatan selalu dipertimbangkan dari segi efisiensi.
e. Dapat menghindarakan pemborosan.
6. Kelemahan:
a. Cenderung menurunkan peran badan legislatif dalam proses perumusan kebijaksanaan dan penentuan anggaran.
b. Tidak terdapat kejelasan tentang penanggung jawab dan siapa yang menanggung dampak dari setiap keputusan.
c. Tidak semua kegiatan dapat distandarkan dan diukur secara kuantitatif.
C. ZERO-BASED BUDGETING (ZBB)
1. ZBB adalah sistem anggaran yang mengasumsikan bahwa kegiatan pada tahun anggaran yang bersangkutan dianggap berdiri sendiri, tidak ada kaitannya dengan anggaran yang lalu. Dasar pemikirannya adalah anggaran tidak selalu didasarkan pada kegiatan di masa yang lalu tetapi anggaran harus diciptakan dari sesuatu yang sedang atau akan dilakukan. Setiap kegiatan harus dapat diformulasikan ke dalam paket keputusan (decision package).
2. ZBB lebih memusatkan perhatian pada sasaran untuk memperbaiki manajemen melalui perbaikan pelayanan manajerial dengan menekankan penilaian atas permintaan pendanaan unit-unit pelaksana.
3. Langkah-langkah penyusunan ZBB:
a. Penentuan keputusan manajemen.
b. Pembentukan paket keputusan.
c. Konsolidasi skala prioritas.
d. Alokasi dana.
4. Karakteristik ZBB:
a. Dimulai dari kondisi belum adanya sumber daya.
b. Perlu dibuat urutan terhadap tujuan-tujuan dan program-program organisasi.
c. Memerlukan perhatian terhadap prioritas operasi entitas dan alternatif-alternatifnya.
5. Kelebihan ZBB:
a. Proses pembuatan paket keputusan dapat menjamin tersedianya informasi yang bermanfaat bagi keputusan manajemen.
b. Dana dapat dialokasikan dengan efisien karena terdapat beberapa alternatif keputusan dan alternatif bagi pelaksanaan kegiatan.
c. Setiap program/kegiatan selalu di-review setiap tahun (minimal lima tahun sekali).
d. Pengambilan keputusan dapat memperoleh informasi mengenai kegiatan yang dianggap kritis dan mendesak.
6. Kelemahan:
a. Sulit diterapkan karena tidak semua kegiatan dapat disusun rangking keputusannya secara konsisten dari tahun ke tahun.
b. Terlalu mahal dan memakan banyak waktu.
c. Memerlukan keahlian khusus terutama untuk menganalisis dan menentukan prioritas/rangking.
d. Memerlukan data yang lebih banyak dan perlu dukungan analisis yang kuat.
e. Asumsi yang digunakan kurang realistis.
f. Kadang-kadang sulit memutuskan bahwa kegiatan yang satu benar-benar lebih penting dibandingkan dengan kegiatan yang lain.
D. PLANNING, PROGRAMMING, AND BUDGETING SYSTEM (PPBS)
1. PPBS merupakan proses perencanaan, penyusunan program, dan penganggaran suatu organisasi yang diikat dalam satu sistem sebagai satu kesatuan yang terpadu, bulat, dan tidak terpisahkan. Dasar pemikirannya adalah anggaran merupakan hasil kerja dari suatu proses kegiatan-kegiatan perencanaan yang dituangkan dalam program.
2. Ciri-ciri pokok PPBS lebih bersifat:
a. Analistis.
b. Projektif.
c. Programatis.
3. Sasaran utama dari PPBS adalah:
a. Membantu pemimpin dalam membuat keputusan menyangkut usaha-usaha untuk mencapai tujuan.
b. Merasionalkan penggunaan sumber-sumber yang terbatas untuk mencapai tujuan sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna.
c. Sinkronisasi dan integrasi aparat organisasi dalam proses perencanaan.
d. Untuk menjamin komitmen perencanaan tiap-tiap tahun, yaitu anggaran tahunan yang berdasarkan rencana jangka menengah dan rencana jangka panjang.
4. Kelebihan:
a. Menggambarkan secara jelas tujuan-tujuan organisasi.
b. Menghindarkan adanya program-program yang saling overlaing (tumpang tindih) dan bertentangan satu sama lain.
c. Memungkinkan pemilihan alokasi sumber daya secara efisien berdasarkan analisis manfaat-biaya (cost and benefit analysis).
5. Kelemahan:
a. Terlalu canggih (sophisticated) untuk diterapkan.
b. Merupakan psoses kompleks sehingga terlalu banyak membutuhkan prosedur dan analisis.
c. Memerlukan kualitas pengelola/administratur yang sangat tinggi sehingga sering kali sulit untuk dilaksanakan.
6. Adanya kelemahan ini membuat PPBS memerlukan:
a. Disediakannya manual/pedoman bagi semua pihak terkait.
b. Dukungan yang kuat dari pejabat tinggi yang mempunyai kekuasaan konstitusional.
c. Keterlibatan sistem politik.
d. Kesungguhan aparatur/pengelola.
e. Adanya kemauan politik (goodwill) dari semua pihak yang melakukannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar