“Performance based budgeting direct link between allocating
resources through the budget and performance in reaching stated
objectives” (Jack Diamond, IMF, 2003)
“Performance budgeting can be broadly defined as any budget that
presents information on what agencies have done or expect to do with the
money provided”.(Allen Schick, 2003)
Masalah sistem penganggaran kembali mengemuka di awal tahun 2000an,
ketika beberapa ketentuan yang diterbitkan pemerintah mengharuskan
digunakannya sistem penganggaran berbasis kinerja (
performance budget system). Sistem ini diajukan sebagai pengganti sistem sebelumnya, yaitu sistem penganggaran tradisional (
traditional budget system) yang ditengarai sarat dengan kelemahan, yang berimbas pada praktik penganggaran yang boros dan korup.
Memang,
ada yang menganggap bahwa digunakannya sistem penganggaran berbasis
kinerja untuk sektor pemerintahan sesungguhnya tidak tepat benar, karena
beberapa alasan. Di antaranya adalah bahwa kinerja dalam bentuk outcome
adalah sesuatu yang tidak bisa dilihat dalam kurun waktu satu atau dua
tahun, sehingga yang bisa dilihat dalam kurun waktu tersebut hanya
output.
Hal mendasar lain yang menjadi kecemasan adalah bahwa produk kegiatan
pemerintahan seringkali tidak dapat diukur dalam satuan ukuran yang
kuantitatif, sehingga mengukur kinerja atas produk kegiatan pemerintahan
juga bukanlah hal yang mudah. Yang bisa dilakukan paling hanyalah
mencari kesetaraan ukuran atau sekedar menetapkan hal-hal yang bisa
diukur dari produk kegiatan pemerintahan tersebut.
Berbeda dengan kegiatan di sektor privat atau swasta, produk kegiatan
usaha bisnis sektor privat lebih gampang diukur. Bagian pemasaran
sebuah perusahaan, misalnya, bisa menetapkan anggaran pemasaran sejumlah
tertentu, dengan target kontribusi terhadap pendapatan sejumlah
tertentu. Jadi, jelas ada hubungan antara kegiatan pemasaran berbiaya
sejumlah tertentu dengan target yang harus dicapai, misalnya tingkat
penjualan tertentu. Itu pun masih dengan catatan, yaitu bahwa kegiatan
pemasaran di suatu tahun tidak otomatis berhubungan langsung dengan
pencapaian tingkat penjualan tahun yang sama. Bisa jadi, kegiatan
pemasaran yang gencar di tahun sekarang baru berimbas positif terhadap
tingkat penjualan di tahun mendatang.
Kembali ke permasalahan sistem penganggaran yang tepat bagi sektor
publik atau pemerintahan. Di masa lalu, ketika melihat kelemahan praktik
sistem penganggaran tradisional, lantas ada pemikiran untuk lebih
mengembangkan sistem penganggaran yang lebih memfokuskan pada penyusunan
perencanaan dan pemrograman yang ketat, sehingga penyusunan anggaran
dilakukan berdasarkan perencanaan program-program kegiatan yang terarah
dan prioritas, tidak sekadar bahwa suatu kegiatan diadakan. Skala
prioritas inilah yang menjadi kekuatan sistem penganggaran yang dikenal
sebagai planning programming budget system. Sistem ini juga diyakini
mampu mengatasi masalah keterbatasan anggaran yang tersedia, karena
memang sistem ini dikembangkan sebagai upaya untuk memecahkan
keterbatasan anggaran.
Di sisi lain, sistem penganggaran berbasis kinerja juga menjanjikan
hal yang baik. Paling tidak, sistem ini memberikan petunjuk adanya
hubungan antara
input dan
output, serta outcome. Jadi, tak
lagi sekedar melahirkan selesai sebuah kegiatan tanpa arah yang jelas.
Sayangnya, kendati menjanjikan hal yang baik, sistem ini juga mengandung
kelemahan mendasar, yaitu bahwa tidak mudah mengukur kinerja dalam
bentuk outcome, pun dalam praktik kompetensi sumber daya manusia yang
bisa merumuskan tolok ukur output dan outcome secara tepat tidaklah
banyak.
Tapi apa boleh buat, jangkar telah diangkat, kapalpun harus tetap
berlayar, maka permasalahan kelemahan sistem penganggaran berbasis
kinerja dalam tataran teknis dan operasional, harus dicari jalan
keluarnya. Memang, sekali lagi, bukanlah hal yang mudah untuk bisa
mencapai praktik penganggaran berbasis kinerja yang paling ideal. Yang
bisa dilakukan saat ini adalah mencoba menciptakan suatu pola pikir
penyusunan anggaran, dan juga implementasinya, yang tidak lagi sekedar
menyusun anggaran untuk sebuah kegiatan yang sekadar ada, tanpa
mempertimbangkan prioritas kegiatan. Pertimbangan prioritas kegiatan
jelas sebuah keharusan mutlak, terutama terkait dengan kendala
keterbatasan dana yang tersedia.
Lantas, memang ada keluhan, bagaimana mungkin mencapai kinerja ideal,
jika anggaran yang tersedia tidak mencukupi? Justru di situ mungkin
permasalahan utama. Meski sudah dibungkus dengan istilah berbasis
kinerja, toh jiwa sistem penganggaran tradisional tak seluruhnya bisa
dihapuskan. Bukan hanya karena sistem tradisional ini sudah mendarah
daging selama tiga puluh tahun, namun juga karena pola pikir yang ada
tidak diubah. Lihatlah, bagaimana anggaran yang disusun lebih
berorientasi pada kenaikan jumlah anggaran. Jarang sekali anggaran suatu
unit kerja disusun lebih kecil dari tahun-tahun sebelumnya. Akibatnya,
kebutuhan anggaran untuk belanja menjadi membesar, sementara anggaran
pendapatan justru masih dalam kondisi ketidakjelasan.
Jika anggaran belanja cenderung membesar dari tahun ke tahun, yang dalam istilah lain sering disebut sebagai sistem
incremental,
maka kesulitan justru menyangkut anggaran pendapatan. Lihatlah struktur
anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sesungguhnya, sistem anggaran defisit telah kita pilih sejak lama,
sehingga akibatnya defisit harus ditutup dengan kegiatan pembiayaan
tertentu, di antaranya utang luar negeri. Maka, menafikan utang luar
negeri menjadi hal yang tidak tepat jika orientasi belanja tetap
bersifat incremental.
Masalah lain yang harus segera dipecahkan adalah bahwa hingga kini di
pemerintahan pusat maupun daerah tidak ada Standar Pelayanan Minimum
(SPM) yang dapat digunakan sebagai dasar menetapkan target
outcome minimum.
Padahal, konsep teoretis sistem penganggaran berbasis kinerja
mengharuskan keberadaan SPM, dan juga sebuah Analisis Standar Biaya
(ASB). Kalaupun ada SPM itu pun baru untuk beberapa departemen.
Belum lagi masalah keberadaan ASB. Kiranya belum ada satupun unit
kerja pemerintahan yang saat ini telah memiliki ASB baku. Ini beralasan,
karena salah satu dasar penyusunan ASB adalah keberadaan suatu sistem
akuntansi yang baik. Saat ini, praktik akuntansi pemerintah pusat dan
daerah masih dalam tahap pengembangan, sehingga masih diragukan apakah
data akuntansi yang dihasilkan bisa digunakan untuk menyusun standar
biaya untuk kegiatan-kegiatan pemerintahan. Ini berbeda dengan praktik
yang ada di sektor privat atau swasta, di mana penetapan harga standar
bisa dihitung dari data masa lalu yang dihasilkan oleh sistem akuntansi
yang ada setelah disesuaikan dengan unsur lain.
SISTEM PENGANGGARAN
Anggaran disusun dengan berbagai sistem-sistem yang dipengaruhi oleh
pikiran-pikiran yang melandasi pendekatan tersebut. Adapun sistem-sistem
dalam penyusunan anggaran yang sering digunakan adalah:
a.
Traditional Budgeting System
b.
Performance Budgeting System
c.
Planning Programming Budgeting System (PPBS)
a.
Traditional Budgeting System (Sistem Anggaran Tradisional)
Traditional budgeting system adalah suatu cara menyusun
anggaran yang tidak didasarkan atas pemikiran dan analisa rangkaian
kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Penyusunannya lebih didasarkan pada kebutuhan untuk
belanja/pengeluaran.
Dalam sistem ini, perhatian lebih banyak ditekankan pada
pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran secara akuntansi yang meliputi
pelaksanaan anggaran, pengawasan anggaran dan penyusunan pembukuannya.
Pengelompokan pos-pos anggaran didasarkan atas obyek-obyek pengeluaran,
sedangkan distribusi anggaran didasarkan atas jatah tiap-tiap
departemen/lembaga.
Sistem pertanggungjawabannya hanya menggunakan kuitansi pengeluaran
saja, tanpa diperiksa dan diteliti apakah dana telah digunakan secara
efektif/efisien atau tidak. Mula-mula pemerintah memberi jatah dana
untuk tiap-tiap departemen lembaga kemudian setiap departemen/lembaga
mengambil jatah dana tersebut dan menggunakannya untuk melaksanakan
kegiatan sampai habis. Setelah dana tersebut habis dipakai, setiap
departemen/lembaga melaporkan bahwa dana tersebut sudah dipakai. Jadi
tolok ukur keberhasilan anggaran tersebut adalah pada hasil kerja,
maksudnya jika anggaran tersebut seimbang (balance) maka anggaran
tersebut dapat dikatakan berhasil, tetapi jika anggaran tersebut defisit
atau surplus, berarti anggaran tersebut gagal.
Jelaslah, di sini bahwa sistem anggaran tradisional lebih menekan
pada segi pertanggungjawaban keuangan (dana) dari sudut akuntansinya
saja tanpa diuji efisien tidaknya penggunaan dana tersebut. Anggaran
diartikan semata-mata sebagai alat dan sebagai dasar legitimasi
(pengabsahan) berapa besarnya pengeluaran negara dan berapa besarnya
penerimaan yang dibutuhkan untuk menutup pengeluaran tersebut.
b.
Performance Budgeting System
Performance budgeting system berorientasi kepada pendayagunaan dana
yang tersedia untuk mencapai hasil yang optimal dari kegiatan yang
dilaksanakan. Sistem penyusunan anggaran ini tidak hanya didasarkan
kepada apa yang dibelanjakan saja, seperti yang terjadi di dalam
“Traditional Budget”, tetapi juga didasarkan kepada tujuan-tujuan atau
rencana-rencana tertentu yang untuk pelaksanaannya perlu disusun atau
didukung oleh suatu anggaran biaya yang cukup dan biaya/dana yang
dipakai tersebut harus dijalankan secara efektif dan efisien.
Jadi, dalam sistem anggaran performance ini bukan semata-mata
berorientasi kepada berapa jumlah yang dikeluarkan, tetapi sudah
dipikirkan terlebih dulu mengenai rencana kegiatan, apa yang akan
dicapai, proyek apa yang akan dikerjakan, dan bagaimana pengalokasian
biaya agar digunakan secara efektif dan efisien.
Sistem ini mulai menitikberatkan pada segi penatalaksanaan
(management control), sehingga dalam sistem ini efisiensi penggunaan
dana diperiksa, juga hasil kerjanya. Pengelompokan pos-pos anggaran
didasarkan atas kegiatan dan telah ditetapkan suatu tolok ukur berupa
standar biaya dan hasil kerjanya. Salah satu syarat utama untuk
penerapan sistem ini adalah digunakannya sistem akuntansi biaya sebagai
alat untuk menentukan biaya masing-masing program dan akuntansi biaya
sebagai alat untuk mengukur tingkat efisiensi pengeluaran dana.
Tolok ukur keberhasilan sistem anggaran ini adalah performance atau
prestasi dari tujuan atau hasil anggaran itu dengan menggunakan dana
secara efisien.
c.
Planning, Programming, Budgeting System (PPBS)
Dalam PPBS ini, perhatian banyak ditekankan pada penyusunan rencana
dan program. Rencana disusun sesuai dengan tujuan nasional yaitu untuk
kesejahteraan rakyat karena pemerintah bertanggung jawab dalam produksi
dan distribusi barang-narang maupun jasa-jasa dan alokasi sumber-sumber
ekonomi yang lain. Pengukuran manfaat penggunaan dana, dilihat dari
sudut pengaruhnya terhadap lingkungan secara keseluruhan, baik dalam
jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Pengelompokan pos-pos
anggaran didasarkan atas tujuan-tujuan yang hendak dicapai di masa yang
akan datang. Mengenai proses penyusunan PPBS ini, melalui beberapa tahap
sebagai berikut:
1.Menentukan tujuan yang hendak dicapai;
2.Mengkaji pengalaman-pengalaman di masa lalu;
3.Melihat prospek perkembangan yang akan datang;
4.Menyusun rencana yang bersifat umum mengenai apa yang akan dilaksanakan.
Setelah keempat tahap, di atas selesai disusun, barulah memasuki tahap selanjutnya yang terdiri dari :
1.Menyusun program pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan
2.Berdasarkan program pelaksanaan ditentukan berapa jumlah dana yang diperlukan untuk melaksanakan program-program tersebut.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam PPBS adalah:
1.Untuk menerapkan sistem ini, dituntut kemampuan dalam menyusun rencana dan program secara terpadu
2.Dibutuhkan informasi yang lengkap, baik informasi masa lalu maupun
informasi masa yang akan datang yang relevan dengan kebutuhan penyusunan
rencana dan program tersebut.
3.Pengawasan mulai dilaksanakan sebelum pelaksanaan sampai selesainya pelaksanaan rencana dan program.
Selain ketiga bentuk sistem penganggaran tersebut di atas, dikenal pula sistem penganggaran yang dinamakan
Zero Based Budgeting(ZBB).
ZBB merupakan sistem penganggaran yang didasarkan pada perkiraan
kegiatan tahun yang bersangkutan, bukan pada apa yang telah dilakukan
pada masa lalu. ZBB mensyaratkan adanya evaluasi atas semua kegiatan
atau pengeluaran dan semua kegiatan dimulai dari basis nol, tidak ada
level pengeluaran minimum tertentu.
Kesimpulan :
A. SISTEM ANGGARAN TRADISIONAL
1. Sistem anggaran tradisional adalah sistem anggaran yang
berdasarkan jenis-jenis pengeluaran dan penerimaan. Dasar pemikirannya
adalah setiap pengeluaran negara harus didasarkan pada perhitungan dan
penelitian yang ketat agar tidak terjadi pemborosan dan penyimpangan
atas dana yang terbatas.
2. Ciri-ciri sistem anggaran tradisional:
a. Anggaran diklasifikasikan menurut jenis pengeluaran dan penerimaan.
b. Berorientasi ke belakang (backward oriented), artinya anggaran tahun
sebelumnya dijadikan acuan untuk menyusun anggaran tahun berjalan.
c. Bersifat incremental karena memasukkan unsur tambahan/marjinal
terhadap anggaran tahun yang lalu sebagai dasar penyusunan anggaran
tahun berikutnya.
d. Menitikberatkan pada input dari semua kegiatan daripada outputnya.
3. Kelebihan:
a. Sederhana dan mudah dioperasikan karena tidak memerlukan analisis yang rumit.
b. Backward oriented dapat menjamin kepastian dibandingkan dengan
forward oriented karena keadaan di masa depan sulit untuk diprediksi.
c. Lebih mudah dalam melakukan pengawasan.
4. Kelemahan:
a. Klasifikasi berdasarkan jenis penerimaan dan pengeluaran kurang dapat
memberikan informasi yang berguna bagi kepentingan analisis ekonomi.
b. Hanya memberikan informasi tentang kegiatan yang dilakukan, bukan hasil dari kegiatan tersebut.
c. Klasifikasi anggaran tidak menggambarkan adanya suatu program.
d. Hanya mencakup satu tahun anggaran sehingga kurang dapat menjelaskan
pengeluaran yang akibatnya lebih dari satu tahun anggaran.
e. Mengabaikan aspek analisis manfaat (cara menentukan bahwa suatu
kegiatan mendapatkan alokasi yang lebih besar dibandingkan kegiatan yang
lain).
B. ANGGARAN BERBASIS KINERJA (PERFORMANCE BUDGETING SYSTEM)
1. Anggaran berbasis kinerja merupakan pendekatan penyusunan anggaran
berdasarkan beban kerja dan unit cost data ke dalam setiap kegiatan
yang terstruktur dalam suatu program untuk mencapai tujuan. Dasar
pemikirannya adalah penganggaran harus dapat digunakan sebagai alat
menajemen sehingga penyusunan anggaran harus dapat memberikan hasil yang
berguna bagi pengambilan keputusan manajerial (legislatif/eksekutif).
Oleh karena itu, anggaran harus dianggap sebagai program kerja.
2. Anggaran berbasis kinerja memusatkan perhatian pada pengukuran
efisiensi hasil kerja dengan tujuan memaksimumkan output yang dapat
dihasilkan dari input tertentu.
3. Tiga unsur pokok anggaran berbasis kinerja, yaitu:
a. Pengeluaran pemerintah dikelompokkan menurut program dan kegiatan.
b. Performance measurement (pengukuran hasil kerja).
c. Program reporting (pelaporan program).
4. Ciri-ciri anggaran berbasis kinerja:
a. Klasifikasi anggaran didasarkan pada program dan kegiatan.
b. Penekanan pada pengukuran hasil kerja dan bukan pada aspek pengawasan.
c. Setiap kegiatan harus dilihat dari segi efisiensi dengan memaksimalkan output.
d. Memerlukan standar pengukuran hasil kinerja.
5. Kelebihan:
a. Memungkinkan pendelegasian wewenang dalam pengambilan keputusan.
b. Merangsang partisipasi motivasi aktif unit-unit operasional melalui
proses usul dari bawah dan penilaian anggaran yang bersifat aktual.
c. Meningkatkan fungsi perencanaan dan mempertajam pembuatan keputusan pada setiap tingkat eksekutif.
d. Memungkinkan alokasi dana secara optimal karena setiap kegiatan selalu dipertimbangkan dari segi efisiensi.
e. Dapat menghindarakan pemborosan.
6. Kelemahan:
a. Cenderung menurunkan peran badan legislatif dalam proses perumusan kebijaksanaan dan penentuan anggaran.
b. Tidak terdapat kejelasan tentang penanggung jawab dan siapa yang menanggung dampak dari setiap keputusan.
c. Tidak semua kegiatan dapat distandarkan dan diukur secara kuantitatif.
C. ZERO-BASED BUDGETING (ZBB)
1. ZBB adalah sistem anggaran yang mengasumsikan bahwa kegiatan pada
tahun anggaran yang bersangkutan dianggap berdiri sendiri, tidak ada
kaitannya dengan anggaran yang lalu. Dasar pemikirannya adalah anggaran
tidak selalu didasarkan pada kegiatan di masa yang lalu tetapi anggaran
harus diciptakan dari sesuatu yang sedang atau akan dilakukan. Setiap
kegiatan harus dapat diformulasikan ke dalam paket keputusan (decision
package).
2. ZBB lebih memusatkan perhatian pada sasaran untuk memperbaiki
manajemen melalui perbaikan pelayanan manajerial dengan menekankan
penilaian atas permintaan pendanaan unit-unit pelaksana.
3. Langkah-langkah penyusunan ZBB:
a. Penentuan keputusan manajemen.
b. Pembentukan paket keputusan.
c. Konsolidasi skala prioritas.
d. Alokasi dana.
4. Karakteristik ZBB:
a. Dimulai dari kondisi belum adanya sumber daya.
b. Perlu dibuat urutan terhadap tujuan-tujuan dan program-program organisasi.
c. Memerlukan perhatian terhadap prioritas operasi entitas dan alternatif-alternatifnya.
5. Kelebihan ZBB:
a. Proses pembuatan paket keputusan dapat menjamin tersedianya informasi yang bermanfaat bagi keputusan manajemen.
b. Dana dapat dialokasikan dengan efisien karena terdapat beberapa
alternatif keputusan dan alternatif bagi pelaksanaan kegiatan.
c. Setiap program/kegiatan selalu di-review setiap tahun (minimal lima tahun sekali).
d. Pengambilan keputusan dapat memperoleh informasi mengenai kegiatan yang dianggap kritis dan mendesak.
6. Kelemahan:
a. Sulit diterapkan karena tidak semua kegiatan dapat disusun rangking keputusannya secara konsisten dari tahun ke tahun.
b. Terlalu mahal dan memakan banyak waktu.
c. Memerlukan keahlian khusus terutama untuk menganalisis dan menentukan prioritas/rangking.
d. Memerlukan data yang lebih banyak dan perlu dukungan analisis yang kuat.
e. Asumsi yang digunakan kurang realistis.
f. Kadang-kadang sulit memutuskan bahwa kegiatan yang satu benar-benar lebih penting dibandingkan dengan kegiatan yang lain.
D. PLANNING, PROGRAMMING, AND BUDGETING SYSTEM (PPBS)
1. PPBS merupakan proses perencanaan, penyusunan program, dan
penganggaran suatu organisasi yang diikat dalam satu sistem sebagai satu
kesatuan yang terpadu, bulat, dan tidak terpisahkan. Dasar pemikirannya
adalah anggaran merupakan hasil kerja dari suatu proses
kegiatan-kegiatan perencanaan yang dituangkan dalam program.
2. Ciri-ciri pokok PPBS lebih bersifat:
a. Analistis.
b. Projektif.
c. Programatis.
3. Sasaran utama dari PPBS adalah:
a. Membantu pemimpin dalam membuat keputusan menyangkut usaha-usaha untuk mencapai tujuan.
b. Merasionalkan penggunaan sumber-sumber yang terbatas untuk mencapai tujuan sehingga dapat berdaya guna dan berhasil guna.
c. Sinkronisasi dan integrasi aparat organisasi dalam proses perencanaan.
d. Untuk menjamin komitmen perencanaan tiap-tiap tahun, yaitu anggaran
tahunan yang berdasarkan rencana jangka menengah dan rencana jangka
panjang.
4. Kelebihan:
a. Menggambarkan secara jelas tujuan-tujuan organisasi.
b. Menghindarkan adanya program-program yang saling overlaing (tumpang tindih) dan bertentangan satu sama lain.
c. Memungkinkan pemilihan alokasi sumber daya secara efisien berdasarkan analisis manfaat-biaya (cost and benefit analysis).
5. Kelemahan:
a. Terlalu canggih (sophisticated) untuk diterapkan.
b. Merupakan psoses kompleks sehingga terlalu banyak membutuhkan prosedur dan analisis.
c. Memerlukan kualitas pengelola/administratur yang sangat tinggi sehingga sering kali sulit untuk dilaksanakan.
6. Adanya kelemahan ini membuat PPBS memerlukan:
a. Disediakannya manual/pedoman bagi semua pihak terkait.
b. Dukungan yang kuat dari pejabat tinggi yang mempunyai kekuasaan konstitusional.
c. Keterlibatan sistem politik.
d. Kesungguhan aparatur/pengelola.
e. Adanya kemauan politik (goodwill) dari semua pihak yang melakukannya.