TNI ANGKATAN UDARA
Detasemen Bravo-90 / DEN BRAVO-90 (DEN BRAVO)
Detasemen Bravo 90 (disingkat
Den Bravo-90) terbilang pasukan khusus Indonesia yang paling muda
pembentukannya. Baru dibentuk secara terbatas di lingkungan Korps
Pasukan Khas TNI-AU pada 1990, Bravo berarti yang terbaik.
Konsep pembentukannya merujuk kepada pemikiran Jenderal Guilio Douchet:
Lebih mudah dan lebih efektif menghancurkan kekuatan udara lawan
dengan cara menghancurkan pangkalan/instalasi serta alutsista-nya di
darat daripada harus bertempur di udara.
Pembentukan
Dari
dasar ini, Bravo 90 diarahkan menjalankan tugas intelijen dalam rangka
mendukung operasi udara, menetralisir semua potensi kekuatan udara
lawan serta melaksanakan operasi-operasi khusus sesuai kebijakan
Panglima TNI. Saat dibentuk, Bravo diperkuat 34 prajurit; 1 perwira, 3
bintara, 30 tamtama. Entah kenapa, sejak dibentuk hingga akhir 1990-an,
hampir tak pernah terdengar nama Bravo. Dalam masa “vakum” itu,
anggotanya dilebur ke dalam Satuan Demonstrasi dan Latihan
(Satdemolat) Depodiklat Paskhas. Baru pada 9 September 1999,
dilaksanakan upacara pengukuhan Detasemen Bravo dengan penyerahan
tongkat komando.
Pelatihan
Prajurit
Bravo diambil dari prajurit para-komando terbaik. Setiap angkatan
direkrut 5-10 orang. Untuk mengasah kemampuan antiteror, latihan
dilakukan di pusat latihan serbuan pesawat GMF Sat-81 Gultor, latihan
infiltrasi laut dalam rangkan penyerbuan pangkalan udara lepas pantai di
pusat latihan Denjaka, latihan UDT (under water demolition) di sarana
latihan Kopaska, latihan penjinakan bahan peledak di Pusdikzi Gegana,
Polri, serta latihan anti-teror, terjun payung, HALO/HAHO dan demolisi
di pusat pelatihan Special Air Service, Britania Raya.
Komando Pasukan Khas Angkatan Udara (PASKHAS)
Korps Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (disingkat
Korpaskhasau, Paskhas atau sebutan lainnya Baret Jingga), merupakan
pasukan (khusus) yang dimiliki TNI-AU. Paskhas merupakan satuan tempur
darat berkemampuan tiga matra: laut, darat, udara. Dalam operasinya,
tugas dan tanggungjawab Paskhas lebih ditujukan untuk merebut dan
mempertahankan pangkalan udara dari serangan musuh, untuk selanjutnya
menyiapkan bagi pendaratan pesawat kawan. Kemampuan ini disebut dengan Operasi Pembentukan dan Pengoperasian Pangkalan Udara Depan (OP3UD).
Setiap
prajurit Paskhas diharuskan minimal memiliki kualifikasi Para Komando
(Parako) untuk dapat melaksanakan tugas secara professional, kemudian
ditambahkan kemampuan khusus kematraudaraan sesuai dengan
spesialisasinya. Warna jingga sebagai warna baret Paskhas, terinspirasi
dari semburat cahaya jingga yang mengiringi terbitnya fajar di daerah
Margahayu, Bandung; yaitu tempat pasukan komando ini dilatih.
Motto Paskhas ialah “Karmaye Vadikarate Mafalesu Kadatjana“, yang artinya bekerja tanpa menghitung untung dan rugi.
Sejarah
Pasukan Pertahanan Pangkalan (PPP)
Pada
masa awal kemerdekaan, dalam konsolidasi organisasi Badan Keamanan
Rakyat Oedara (BKRO) membentuk Organisasi Darat yaitu Pasukan Pertahanan
Pangkalan (PPP). PPP dibutuhkan untuk melindungi Pangkalan-Pangkalan
Udara yang telah direbut dari Tentara Jepang terhadap serangan Belanda
yang pada waktu itu berusaha ingin kembali menduduki wilayah Republik
Indonesia. Pimpinan BKR saat itu baik Letjen Soedirman maupun Komodor
(U) Suryadi Suryadarma berpendapat bahwa Belanda pasti akan menyerang
ibukota RI di Yogyakarta lewat udara. PPP saat itu masih bersifat lokal
yang dibentuk di Pangkalan-Pangkalan udara seperti di Pangkalan Udara
Bugis (Malang), Maospati (Madiun), Mojoagung (Surabaya), Panasan (Solo),
Maguwo (Yogyakarta), Cibeureum (Tasikmalaya), Kalijati (Subang),
Pamengpeuk (Garut), Andir dan Margahayu (Bandung), Cililitan dan
Kemayoran (Jakarta) dan pangkalan- pangkalan udara diluar pulau Jawa
seperti Talang Batutu (Palembang), Tabing (Padang) dll.
Agresi Militer I dan II Belanda
PPP
sangat berperan saat terjadi Agresi Militer I dan Agresi Militer II,
yang saat itu hampir seluruh Pangkalan Udara mendapat serangan dari
Tentara Belanda, baik dari darat maupun dari udara. Serangan
besar-besaran dilancarkan oleh Belanda pada tanggal 19 Desember 1948
terhadap Pangkalan Udara Maguwo Yogyakarta. Belanda mengerahkan pesawat
P-51 Mustang, P-40 Kitty Hawk dan pembom B-25/B-26. Selain itu
diterjunkan dari pesawat C-47 Dakota sekitar 600 pasukan payung gabungan
dari Grup Tempur Para-1 pimpinan Kapten Eekhout. Pasukan payung ini
merupakan bagian dari “Tijger Brigade”/Divisi B (termasuk didalamnya
satuan “Anjing NICA” yang terkenal ganas serta brutal) pimpinan Kolonel
Van Langen yang diperintahkan untuk menguasai Yogyakarta. Brigade ini
masih ditambah satuan elit gabungan pasukan darat dan udara grup
tempur-M. Di Maguwo grup tempur-M menerjunkan 2 kompi pasukan Para
Komando KST (Korps Spesiale Troepen) yang merupakan penggabungan dari
baret merah dan hijau Belanda pada November 1948.
Pada
saat itu PPP bersama kekuatan udara lainnya berusaha mempertahankan
pangkalan sampai titik darah yang penghabisan. Saat itu Maguwo
dipertahankan oleh 150 pasukan PPP dan 34 teknisi AURI pimpinan Kadet
Kasmiran. Dalam pertempuran tidak seimbang ini mengakibatkan gugurnya
71 personil AURI termasuk Kadet Kasmiran dan 25 orang lainnya yang
tidak dikenal.
Penerjunan pertama di Indonesia
PPP
inilah yang merupakan cikal bakal dari Pasukan Payung setelah pada
tanggal 12 Februari 1946 melakukan percobaan latihan penerjunan yang
pertama kali di Pangkalan Udara Maguwo Yogyakarta dengan menggunakan
payung (parasut) dan pesawat terbang peninggalan Jepang.
Penerjunan
pertama yang semuanya dilaksanakan oleh 3 orang putra Indonesia baik
penerbangnya maupun penerjunnya, berlangsung menggunakan tiga buah
pesawat Churen. Penerbang Adisucipto menerjunkan Amir Hamzah, penerbang
Iswahyudi menerjunkan Legino dan penerbang M. Suhodo menerjunkan
Pungut. Penerjunan pertama di alam Indonesia merdeka yang berlangsung
di Pangkalan Udara Maguwo tersebut disaksikan oleh Kepala Staf BKRO
Komodor (U) Suryadi Suryadarma dan Panglima Besar Letjen Sudirman serta
petinggi BKR lainnya. Penerjunan yang dilaksanakan pada ketinggian 700
meter, sebagai pengawas kesehatannya adalah Dr. Esnawan. Selanjutnya
penerjunan kedua di Pangkalan Udara Maguwo tanggal 8 Maret 1947 pada
saat wing day yang merupakan penerjunan free fall pertama di Indonesia
dilakukan oleh Opsir Udara I Soedjono dan Opsir Muda Udara I Soekotjo
dengan penerbang Gunadi dan Adisucipto. Penerjunan ini disaksikan oleh
Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, para petinggi BKR
serta masyarakat luas[7]. Sedangkan tanggal 24 Maret 1947 dilaksanakan
penerjunan kembali oleh Soedjono dan Soekotjo dalam rangka peresmian
Pangkalan Udara Gadut di Bukittinggi.
Tugas Pertama PPP
Gubernur
Kalimantan Ir. Pangeran Muhammad Noor mengajukan permintaan kepada
AURI agar mengirimkan pasukan payung ke Kalimantan untuk tugas
membentuk dan menyusun gerilyawan, membantu perjuangan rakyat di
Kalimantan, membuka stasiun radio induk untuk memungkinkan hubungan
antara Yogyakarta dan Kalimantan, dan mengusahakan serta menyempurnakan
daerah penerjunan (Dropping Zone) untuk penerjunan selanjutnya. Atas
inisiatif Komodor (U) Suryadi Suryadarma kemudian dipilih 12 orang
putra asli Kalimantan dan 2 orang PHB AURI untuk melakukan penerjunan.
Tanggal
17 Oktober 1947, tiga belas orang anggota berhasil diterjunkan di
Sambi, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Mereka adalah Heri Hadi
Sumantri (montir radio AURI asal Semarang), FM Suyoto (juru radio AURI
asal Ponorogo), Iskandar (pimpinan pasukan), Ahmad Kosasih, Bachri, J.
Bitak, C. Williem, Imanuel, Amirudin, Ali Akbar, M. Dahlan, JH. Darius,
dan Marawi. Semuanya belum pernah mendapat pendidikan secara sempurna
kecuali mendapatkan pelajaran teori dan latihan di darat (ground
training). Seorang lagi yaitu Jamhani batal terjun karena takut.
Mereka
diterjunkan dari pesawat C-47 Dakota RI-002 yang diterbangkan oleh Bob
Freeberg yang berkebangsaan Inggris, sekaligus pemilik pesawat,
co-pilot Opsir (U) III Suhodo, dan jump master Opsir Muda (U) III Amir
Hamzah. Bertindak sebagai penunjuk daerah penerjunan adalah Mayor (U)
Cilik Riwut yang putra asli Kalimantan. Ini adalah operasi Lintas Udara
pertama dalam sejarah Indonesia.
Pasukan
ini awalnya akan diterjunkan di Sepanbiha, Kalimantan Selatan namun
akibat cuaca yang buruk dan kontur daerah Kalimantan yang berhutan
lebat mengakibatkan Mayor (U) Cilik Riwut kebingungan saat memprediksi
tempat penerjunan. Setelah bergerilya didalam hutan pada tanggal 23
November 1947 akibat pengkhianatan seorang Kepala Desa setempat,
pasukan ini disergap tentara Belanda yang mengakibatkan 3 orang gugur
yaitu Heri Hadi Sumantri, Iskandar, dan Ahmad Kosasih. Sedangkan yang
lainnya berhasil lolos namun akhirnya setelah beberapa bulan mereka
berhasil juga ditangkap Belanda.
Dalam
pengadilan, Belanda tidak dapat membuktikan bahwa mereka adalah
pasukan payung dan akhirnya mereka dihukum sebagai seorang kriminal
biasa. Mereka dibebaskan setelah menjalani hukuman 1 tahun dan langsung
diangkat menjadi anggota AURI oleh Komodor (U) Suryadi Suryadarma.
Peristiwa
Penerjunan yang dilakukan oleh ke tiga belas prajurit AURI tersebut
merupakan peristiwa yang menandai lahirnya satuan tempur pasukan khas
TNI Angkatan Udara. Tanggal 17 Oktober 1947 kemudian ditetapkan sebagai
hari jadi Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) yang sekarang dikenal
dengan Korps Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (Korpaskhas).
Air Base Defence Troop (ABDT)
Dalam
periode selanjutnya, yaitu sejak tahun 1950 Pasukan Payung yang saat
itu masih bernama PPP berpusat di Jakarta dengan sebutan Air Base
Defence Troop (ABDT) yang membawahi 8 Kompi dan dipimpin oleh Kapten
(U) RA Wiriadinata dengan Wakilnya Letnan I (U) R Soeprantijo. Kemudian
pada pertengahan Tahun 1950 dibentuk Inspektorat Pasukan Pertahanan
Pangkalan yang disebut dengan IPP yang bermarkas dijalan Sabang
Jakarta, kemudian pada bulan April 1952 dipindahkan ke Pangkalan Udara
Cililitan Jakarta Timur
Sementara
itu, pada tahun 1950 juga diadakan Sekolah Terjun Payung (Sekolah
Para) yang diikuti oleh para prajurit dalam rangka pembentukan Pasukan
Para AURI. Sekolah Para ini dibuka di Pangkalan Udara Andir Bandung
sebagai kelanjutan dari embrio Sekolah Para di Maguwo. Hasil didik dari
Sekolah Para inilah yang kemudian disusun dalam Kompi-Kompi Pasukan
Gerak Tjepat (PGT) yang dibentuk pada bulan Februari 1952 dan Kapten
(U) RA Wiriadinata sebagai Komandannya yang saat itu merangkap sebagai
Komandan Pangkalan Udara Andir di Bandung.
Pada
tahun 1950 an Pasukan AURI terdiri dari PPP, PGT dan PSU (Penangkis
Serangan Udara) yang kekuatannya terdiri dari 11 Kompi Berdiri Sendiri
(BS), 8 Pleton BS dan 1 Battery PSU.
Resimen Tim Pertempuran PGT (RTP-PGT)
Selanjutnya
pada Tahun 1960-an PGT juga ditugaskan dalam rangka operasi pembebasan
Irian Barat (Papua) yang berdasarkan perintah Men/Pangau, maka
dibentuklah Resimen Tim Pertempuran PGT (RTP PGT) yang bermarkas di
Bandung dan Kapten (U) Sugiri Sukani sebagai Komandannya. RTP PGT
membawahi 2 Batalyon PGT yaitu Batalyon A PGT yang dipimpin oleh Kapten
(U) Z. Rachiman dan Batalyon B PGT yang dipimpin oleh Kapten (U) JO.
Palendeng.
Komodor
(U) RA Wiriadinata adalah komandan PGT pertama (1952) yang banyak
membawa angin segar terhadap perkembangan pasukan payung di Indonesia
terutama dalam tubuh AURI. Konsep PGT dari awal mulanya memang
terkonsep pada kemampuan para dan komando. Ia juga pernah menjadi
Panglima Gabungan Pendidikan Paratroops (KOGABDIK PARA).
Pada
masa pemerintahan Orde Lama, PGT AURI bersama KKO (Marinir) dikenal
amat loyal dan setia terhadap Presiden Sukarno. Kedua pasukan elit ini
bahkan dianggap menjadi “anak emas”nya Presiden Soekarno. Hingga saat
detik-detik kejatuhan Presiden Sukarno, kedua pasukan ini tetap
menunjukkan kesetiaannya pada Sang Proklamator tersebut.
Komando Pertahanan Pangkalan Angkatan Udara (KOPPAU)
Pada
tanggal 15 Oktober 1962, berdasarkan Keputusan Men/Pangau Nomor : 195
dibentuklah Komando Pertahanan Pangkalan Angkatan Udara (KOPPAU).
Panglima KOPPAU dirangkap oleh Men/Pangau dan sebagai wakilnya
ditetapkan Komodor (U) RA Wiriadinata. KOPPAU terdiri dari Markas
Komando (Mako) berkedudukan di Bandung, Resimen PPP di Jakarta dan
Resimen PGT di Bandung. Resimen PPP membawahi 5 Batalyon yang
berkedudukan di Jakarta, Banjarmasin, Makassar, Biak dan Palembang
(kemudian pindah ke Medan). Resimen PGT terdiri dari 3 Batalyon, yaitu
Batalyon I PGT (merupakan Batalyon III Kawal Kehormatan Resimen Cakra
Bhirawa) berkedudukan di Bogor, Batalyon II PGT di Jakarta dan Batalyon
III PGT di Bandung.
Berdasarkan
Surat keputusan Men/Pangau Nomor : III/PERS/MKS/1963 tanggal 22 Mei
1963, maka pada tanggal 9 April 1963 Komodor (U) RA Wiriadinata
dikukuhkan menjadi Panglima KOPPAU dan menjabat selama 1 tahun.
Kemudian pada tahun 1964 digantikan oleh Komodor (U) Ramli Sumardi
sampai dengan tahun 1966.
KOPASGAT
Bedasarkan
hasil seminar pasukan di Bandung pada tanggal 11 s.d. 16 April 1966,
sesuai dengan Keputusan MEN/PANGAU No. 45 Tahun 1966, tanggal 17 Mei
1966, KOPPAU disahkan menjadi Komando Pasukan Gerak Tjepat (Kopasgat)
yang terdiri dari 3 Resimen :
I. Resimen I Pasgat di Bandung, membawahi :
- 1.1. Batalyon A Pasgat di Bogor 1.2. Batalyon B Pasgat di Bandung
2. Resimen II Pasgat di Jakarta, membawahi :
- 2.1.
Batalyon A Pasgat di Jakarta 2.2. Batalyon B Pasgat di Jakarta 2.3.
Batalyon C Pasgat di Medan 2.4. Batalyon D Pasgat di Banjarmasin
3. Resimen III Pasgat di Surabaya, membawahi :
- 3.1.
Batalyon A Pasgat di Makassar 3.2. Batalyon B Pasgat di Madiun 3.3.
Batalyon C Pasgat di Surabaya 3.4. Batalyon D Pasgat di Biak 3.5.
Batalyon E Pasgat di Yogyakarta
Selanjutnya bedasarkan Keputusan KASAU No. 57 Tanggal 1 Juli 1970, “Resimen” diganti menjadi “Wing”‘
Di
era nama Kopasgat lah, korps baret jingga ini sangat terkenal. Bahkan
PDL Sus Kopasgat bermotif macan tutul menjadi acuan pemakaian PDL TNI
saat operasi Seroja.
Saat
operasi pembebasan sandera pesawat DC-9 Woyla milik Garuda Indonesia
di Bandara Don Muang Thailand tahun 1981 sesungguhnya Kopasgat-lah yang
dipersiapkan untuk beraksi namun akibat berbagai tekanan politik Orde
Baru saat itu akhirnya Kopassus yang diberangkatkan ke Bangkok.
PUSPASKHASAU
Sejalan
dengan dinamika penyempurnaan organisasi dan pemantapan satuan-satuan
TNI, maka berdasarkan Keputusan KASAU No. Kep/22/III/ 1985 tanggal 11
Maret 1985, Kopasgat berubah menjadi Pusat Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (PUSPASKHASAU)
KORPASKHASAU
Seiring
dengan penyempurnaan organisasi TNI dan TNI Angkatan Udara, maka
tanggal 17 Juli 1997 sesuai Skep PANGAB No. SKEP/09/VII/1997, status Puspaskhas ditingkatkan dari Badan Pelaksana Pusat menjadi Komando Utama Pembinaan (Kotamabin) sehingga sebutan PUSPASKHAS berubah menjadi Korps Pasukan Khas TNI AU (KORPASKHASAU).
Kualifikasi
Paskhas
TNI-AU sebagai pasukan khusus Angkatan Udara satu-satunya dan
berkualifikasi terlengkap didunia ini memiliki berbagai kemampuan tempur
khas matra udara seperti Pengendali Tempur (Dalpur), Pengendali
Pangkalan (Dallan), SAR Tempur, Jumping Master, Pertahanan Pangkalan
yang meliputi pertahanan horizontal (Hanhor) dan pertahanan vertikal
(Hanver), Penangkis Serangan Udara, jungle warfare, Air Assault (Mobud),
Raid operation hingga kemampuan anti teror aspek udara atau yang
dikenal sebagai ATBARA (Anti Pembajakan Udara). Selain itu Paskhas
TNI-AU juga mahir untuk bertempur di hutan, perkotaan,laut maupun
pantai.
Paskhas
TNI-AU juga memiliki kemampuan spesialisasi kematraudaraan untuk
melaksanakan doktrin OP3UD seperti Pengaturan Lalu-Lintas Udara (PLLU),
Meteo, Komunikasi-Elektronika (Komlek), Perminyakan (Permi), Zeni
lapangan (termasuk pionir, tali-temali, dll), Intelijen Tempur,
Kesehatan, ground handling, Pemadam Kebakaran (PK), Angkutan,
Perhubungan (PHB) hingga kemampuan khusus untuk menginformasikan
tentang fasilitas penerbangan sebelum pesawat datang, jarak pandang
(visibility), kecepatan dan arah angin, suhu dan kelembaban udara,
serta ketinggian dan jenis awan. Hal ini sangat berkaitan dalam
menentukan penembakan sasaran maupun penerjunan pasukan, dan membantu
mengendalikan pesawat tempur untuk penembakan/pengeboman sasaran
(Ground Forward Air Control/GFAC)
Tidak
main-main, para personil Paskhas juga memiliki kemampuan khusus
sebagai Air Traffic Controller (ATC) di sebuah bandara. Memang tidak
ada satupun pasukan komando seperti Paskhas didunia saat ini.
Karena
Paskhas merupakan pasukan komando, maka dalam melaksanakan operasi
tempur, jumlah personel yang terlibat relatif sedikit, tidak sebanyak
jumlah personel infanteri/pasukan reguler dengan kata lain jarang
menggunakan ukuran konvensional mulai dari peleton hingga batalyon.
Paskhas jarang sekali (mungkin tidak pernah) melakukan operasi dengan
melibatkan kekuatan satu batalyon sekaligus.
Organisasi
pasukanSetelah berubah status menjadi Kotamabin berdasarkan Surat
Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Udara No. SKEP/73/III/1999 tanggal
24 Maret 1999, Korpaskhas membawahi WING Paskhas (WING I, WING II, WING
III), Detasemen Bravo Paskhas (Den Bravo Paskhas) dan Detasemen Kawal
Protokol Paskhas (Den Walkol Paskhas). Saat ini Denwalkol berdasarkan
Instruksi Kepala Staf Angkatan Udara nomor : Ins/2/III/2008 tanggal 31
Maret 2008 telah beralih pembinaannya dari Korpaskhas kepada Denma
Mabes-AU, sehingga efektif mulai tanggal dikeluarkan Instruksi tersebut
pembinaan Kawal Protokol dibawah Denma Mabesau.
Hirarki
Korps
Pasukan Khas TNI-AU adalah satu satunya wadah berbentuk korps bagi
pasukan berkualifikasi khusus di TNI-AU bahkan dalam TNI. Korpaskhasau
bersanding dengan Kopassus TNI AD adalah Pasukan khusus berstatus
KOMANDO resmi yang dimiliki oleh TNI. Hal ini karena 2 organisasi
pasukan khusus ini bersifat (KOTAMA) BERDIRI SENDIRI dengan pelatihan
dan kemampuan serang yang sangat lethal secara individual. Paskhas lahir
sebagai pasukan komando sejak masa kelahirannya. Mereka diterjunkan
dengan unit kecil di belakang garis pertahanan lawan dan langsung
menusuk jantung pertahanan musuh. Maka itulah para personel pasukan
payung ini dididik dengan metode komando yang diadopsi dari SAS Inggris
(melalui pendidikan di Pusdik RPKAD). Metode pendidikan komando “ala
baret merah” mulai dilakukan di Wing III Diklat sejak Paskhas masih
bernama KOPPAU. Personil Paskhas juga diperkenankan tetap memakai baret
jingga kebanggaannya dan PDH Komando saat mengikuti berbagai upacara
resmi kenegaraan.Korpaskhasau memakai sebutan “Pasukan” untuk jargon
korps nya disingkat (Psk).
Struktur pasukan
1. Wing I Paskhas/Para-Komando di Jakarta[8], membawahi :
- 1.1.
Batalyon 461/Cakra Bhaskara (Lanud Halim Perdanakusuma, Jkt) 1.2.
Batalyon 462/Pulanggeni (Lanud Pekan Baru, Riau) 1.3. Batalyon
465/Brajamusti (Lanud Pontianak, Pontianak) 1.4. Batalyon 467/Harda
Dedali (Lanud Halim Perdanakusuma, Jkt) 1.5. Kompi A Paskhas BS di
(Lanud Polonia, Medan) 1.6. Kompi B Paskhas BS di (Lanud Kalijati,
Subang) 1.7. Kompi D Paskhas BS di (Lanud El Tari, Kupang
2. Wing II Paskhas/Para-Komando di Malang, membawahi :
- 2.1.
Batalyon 463 Trisula di Lanud (Iswahyudi, Madiun) 2.2. Batalyon 464
Nanggala di Lanud (Abdul Rachman Saleh,Malang) 2.3. Batalyon 466
Pasopati di (Bandara Hasanuddin, Makasar) 2.4. Kompi E Paskhas BS di
Lanud (Adi Sucipto, Yogyakarta) 2.5. Kompi F Paskhas BS di Lanud
(Manuhua, Biak)
3. Wing III Paskhas / Diklat di Bandung, [[9].
4. Detasemen Bravo 90 di Rumpin, Bogor.
5. Den Walkol Paskhas di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta
4. Detasemen Bravo 90 di Rumpin, Bogor.
5. Den Walkol Paskhas di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta
Sesuai
Peraturan Kasau /53/VIII/2008 tertanggal 13 Agustus 2008 tentang
Penyempurnaan Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Korps Paskhas TNI AU,
maka penyebutan “skadron” diubah menjadi “batalyon”.
Untuk
pengembangan organisasi kedepan saat ini tengah diusulkan ke Mabes
TNI-AU untuk pembentukan Wing III Paskhas di Makassar, Sulawesi Selatan
untuk meng-cover wilayah timur Indonesia. Selain itu direncanakan pula
penambahan 3 batalyon baru Paskhas yaitu Batalyon 468 di Medan,
Batalyon 469 di Biak, Papua dan satu Batalyon lagi di Yogyakarta atau
Kupang sehingga nantinya Paskhas akan memiliki 10 Batalyon pasukan
Kekuatan pasukan
Paskhas
saat ini berkekuatan 5.732 personel. Dalam beberapa waktu kedepan
direncanakan Paskhas TNI-AU akan mendapatkan 40 buah panser buatan
Pindad sebagai cikal bakal Batalyon Kavaleri Paskhas. Namun rencana ini
tengah mengalami negoisasi ulang dikarenakan ranpur sejenis Panser
dinilai tidak cocok dengan karakteristik tugas dari Paskhas. Jika
rencana re-negoisasi ini disetujui maka Paskhas berniat mendatangkan
kendaraan taktis sejenis Dirgantara Military Vehicle (DMV) buatan PT DI
yang kini telah dipakai oleh pasukan elit Paskhas Detasemen Bravo-90
Korps
baret jingga ini telah diperkuat dengan kedatangan 200 rudal panggul
permukaan ke udara QW (QianWei)-3. Rudal QW-3 dilengkapi penjejak
semi-active laser guidance, cocok untuk menggasak pesawat tempur maupun
rudal lain dalam ketinggian rendah sampai dengan jarak 8 km. Memiliki
bobot 13 kg dan kecepatan maksimum 750 km/jam. Senjata ini dipergunakan
untuk menggantikan Triple gun bikinan Hispano Suiza (Switzerland)
tahun 1950-an dan DSHK 12,7 mm
Paskhas
juga tengah berupaya mendatangkan 4 baterai PSU jarak pendek berupa
Oerlikon kaliber 35 mm untuk hanud titik model komposit yang sudah
terintegrasi antara rudal, meriam, radar dan pos komando taktis. Senjata
ini sudah menggunakan teknologi tercanggih dan telah digunakan oleh
banyak negara Eropa. Menurut rencana, senjata PSU ini akan ditempatkan
di 3 Lanud Utama TNI-AU. Salah satu kelebihan utama lainnya untuk PSU
Oerlikon kaliber 35 mm ini adalah kemampuannya untuk dapat dimobilisasi
dengan pesawat Hercules.
Paskhas
kini mengupayakan untuk mengganti senjata perorangan SS – 1 yang
kabarnya akan digantikan SiG-552 ataupun SS-2. Jujur saja, senjata SS-1
buatan Pindad memang sudah tidak layak pakai. Sering macet dengan
bekas las di sana – sini.
Identitas Korps Baret Jingga
Di
era Kopasgat mulai dipergunakan baret berwarna jingga dengan emblem
berbentuk segilima. Dirasa kurang pas, emblem itu diganti dengan bentuk
persegi seperti yang saat ini dipakai Paskhas. Motto yang tertulis pada
emblem berbunyi Karmaye Vadikaraste Mafalesu Kadatjana yang artinya
“bekerja tanpa menghitung untung dan rugi”. Sementara badge yang
dipasang di lengan kiri merupakan gambar lama yang digunakan PGT. Badge
itu berupa perisai berwarna merah menyala dengan gambar parasut
mengembang menerjunkan dua jenis senjata ringan dan berat. Dari gambar
itu dapat diartikan bahwa Kopasgat adalah pasukan Linud yang gagah
berani. Kedua lambang, emblem dan badge serta baret berwarna jingga saat
ini masih digunakan sebagai ciri pasukan elit TNI-AU. Selain itu
dilengan kanan ditambahkan pula badge dengan tulisan Para Komando
sebagai ciri khas Pasukan Para Komando Udara[15] Badge ini juga dipakai
dilengan kanan pakaian dinas setiap para KSAU sebagai wujud
penghormatan kepada satuan elit dilingkup TNI-AU ini.
Operasi Militer
1. Penumpasan RMS, DI/TII dan PRRI/PERMESTA
2. Operasi Trikora
3. Operasi Dwikora
4. Operasi Seroja
5. Operasi Trisula dan Penumpasan PGRS/Paraku
2. Operasi Trikora
3. Operasi Dwikora
4. Operasi Seroja
5. Operasi Trisula dan Penumpasan PGRS/Paraku
Misi Perdamaian
Keterlibatan Paskhas dalam misi perdamaian di luar negeri di bawah bendera PBB seperti tergabung dalam:
1. Kontingen Garuda di Vietnam,
2. Kontingen Garuda XIV dibawah Unprofor di Yugoslavia,
3, Kontingen Garuda XIV A-B di Bosnia,
4. Kontingen Garuda XVII dibawah OKI di Filipina,
5. Kontingen Garuda XXIII di Libanon.
1. Kontingen Garuda di Vietnam,
2. Kontingen Garuda XIV dibawah Unprofor di Yugoslavia,
3, Kontingen Garuda XIV A-B di Bosnia,
4. Kontingen Garuda XVII dibawah OKI di Filipina,
5. Kontingen Garuda XXIII di Libanon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar