Catching Fire

Senin, 13 Mei 2013

Kekuatan Korut Vs Korsel

Tentara Korea Utara
 
Militer Korea Utara mengatakan telah menyetujui rencana untuk melakukan serangan nuklir terhadap sasaran-sasaran AS. Ini merupakan ancaman terbaru Korea Utara dari serangkaian ancaman apokaliptik yang telah meningkatkan ketegangan di semenanjung Korea.

Banyak analis mengatakan bahwa retorika Korea Utara itu adalah untuk konsumsi internal yang dimaksudkan untuk meningkatkan otoritas pemimpin muda Kim Jong-Un atas militernya yang kuat. Namun, para analis itu juga melihat kemungkinan situasi ini bisa lepas kendali, dengan provokasi di perbatasan akan memicu konflik yang lebih luas, bahkan perang yang sesungguhnya.

Berikut adalah beberapa fakta tentang kemampuan dari persenjataan konvensional dan nuklir dari kedua militer Korea di semenanjung Korea dan beberapa skenario kemungkinan konflik.

Kekuatan Militer Korut VS Korsel


Korut memiliki 1,2 juta tentara yang merupakan terbesar kelima di dunia, 4.100 tank, 8.500 artileri dan 5.100 peluncur roket ganda (MRL) dan sekitar 620 pesawat tempur.

Korut juga memiliki 600 rudal Scud yang mampu menghantam sasaran di Korsel, ditambah 200-300 rudal lain yang bisa mencapai Jepang.

Korut memiliki cukup plutonium untuk membuat 4-8 bom nuklir, namun hingga kini belum diketahui secara pasti apakah Korut juga menguasai teknologi untuk menggunakan nuklir sebagai hulu ledak rudal.

Para analis persenjataan juga menilai alutsista Korut sudah banyak yang usang dan tidak dapat beroperasi karena kurangnya bahan bakar dan suku cadang. Namun, artileri dan rudal konvensional Korut masih menjadi hal yang menakutkan, karena bisa menyebabkan banyak korban dan kerusakan parah di Seoul, yang terletak hanya 50 kilometer dari selatan perbatasan.

Korut juga diyakini memiliki hingga 5.000 ton senjata kimia yang didistribusikan dengan menggunakan artileri dan rudal.

Jumlah tentara Korsel adalah 655.000 dan didukung oleh tentara AS yang berbasis di Korsel sejak perang 1950-1953 dan total saat ini berjumlah 28.000 tentara. Korsel memiliki 2.400 tank tempur ditambah 50 tank AS, 5.200 artileri dan 200 roket peluncur ganda.

Korsel memiliki sekitar 460 pesawat tempur ditambah 90 dari AS, namun meskipun jumlahnya lebih sedikit dari Korea Utara, alutsista udara Korsel ini unggul dalam kualitas dibanding milik Korut. Di laut, Korsel mampu menyebarkan 19 kapal tempur utama, dibandingkan Korea Utara yang hanya mampu menyebarkan 3 unit saja.

Bala bantuan besar AS juga akan dikirim ke semenanjung Korea jika perang terjadi, untuk memperkuat pasukan, berbagai jenis alutsista termasuk tank dan artileri sudah dikerahkan di tanah Korsel.

Payung Nuklir AS

Militer AS memang sudah menarik seluruh persenjataan nuklir taktis dari Korsel pada tahun 1991 dan Korea Selatan saat ini tidak memiliki senjata tersebut. Namun AS menjamin "payung nuklir" akan datang bila sekutunya tersebut diserang bom atom.

Kemungkinan Apa yang Akan Terjadi

Sebagian analis menilai kemungkinan yang akan terjadi adalah tidak ada. Namun Korut mungkin saja menggelar provokasi di perbatasan seperti penembakan terhadap pulau Yeonpyeong Korsel pada tahun 2010, yang menewaskan empat orang.

Insiden tersebut meningkat dengan cepat dan militer Korsel berjanji akan membalas apabila terjadi serangan lagi setelah sebelumnya dikritik karena responnya yang lemah atas kejadian tahun 2010. Pakta Korsel-AS yang ditandatangani bulan lalu melegalkan respon militer bersama bahkan untuk provokasi tingkat rendah dari Korut.

Jika Perang Terjadi

Meskipun ancaman Korut mengerikan, banyak analis meyakini Korut tidak akan mengambil risiko pemusnahan dengan meluncurkan serangan nuklir terhadap pasukan AS atau Korsel.

Sebagian besar tentara dan senjata konvensional Korut sudah berbasis di dekat perbatasan dengan Korsel, secara teoritis Korut bisa menginvasi Korsel dengan cepat seperti pada tahun 1950.

Kemungkinan serangan awal Korut adalah serangan artileri yang akan menghancurkan posisi militer Korsel di perbatasan dan di Seoul sendiri.

"Saya yakin kita akan mampu menghentikan serangan (Korut). Namun tetap saja akan ada banyak kehancuran, saya tidak ingin memperkecil kemungkinan ini," kata Jenderal Walter Sharp, yang kemudian menjadi komandan militer di Korea Selatan, saat wawancara dengan Wall Street Journal pada 2011 silam.

Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS) yang berbasis di London mengatakan bahwa kedua belah pihak menghadapi bencana kerugian, tidak ingin berperang karena takut akan konsekuensinya.

"Bahayanya adalah bahwa perang akan dimulai dari perhitungan, mispersepsi dan eskalasi, daripada desain perang itu sendiri," kata IISS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar