Latar Belakang perang salib
Ada berbagai alasan yang menyebabkan orang-orang Barat kemudian bersepakat mengangkat salib dan berangkat perang tanah suci. Beberapa pemimpin dari jemaah salib itu, diantaranya Bohemund, turut perang Salib oleh dorongan nafsu untuk memperkaya diri sendiri. Pedagang-pedagang dari Pisa, Genoa, Venesia naluri perdagangannya melihat adanya kepentingan-kepentingan perdagangan dalam peperangan itu. Orang-orang yang berbakat romantis, orang-orang yang suka berkelana dan suka bertualang yang menggabungkan diri dengan orang-orang beriman itu mempunyai tujuan hidup yang baru. Banyak pula orang-orang yang mempunyai dosa besar yang beranggapan, turut berperang sebagai penebus dosa-dosanya. Sedangkan mayoritas rakyat Perancis, Ltharingen, Italia dan Sisilia yang perekonomian dan kehidupan sosialnya jelek turut berperang adalah lebih merupakan hiburan daripada suatu pengorbanan (Phillip K. Hitti, 1970:210). Sehingga bisa dikatakan bahwa motivasi keikutsertaan orang-orang Eropa Kristen untuk perang jihad bukan semata-mata faktor keimanan, melainkan berbagai faktor. Tetapi yang jelas dalam Perang Salib ini, semangat para musyafir Kristen tampak sangat menonjol. Ini antara kelihatan pada saat para Biarawan Cluny. Timbul keinginan untuk berziarah kemana-mana, ke segala arah. Bagi mereka berziarah ke Palestina ini dan beribadah di tempat-tempat yang menjadi saksi kehidupan Kristus mempunyai impian sendiri.
Jalannya Perang Salib
Pidato Paus Urbanus II cukup menggelorakan massa. Tuhan menghendakinya teriak mereka. Banyak kemudian maju ke depan mengambil Salib, sebagai sumapah untuk maju ke medan perang Salib. mereka kemudian pulang dengan semangat yang menyala-nyala untuk menyelamatakan kembali makam kudus.
Perang Salib I (1096-1099) cukup membawa hasil, karena dapat merebut kembali tanah Plestina, dan kemudian menegakkan kembali empat negeri Kristen, yakni Yerusalem, Antioch, Edessa, dan Tripoli. Para bangsawan dari Perancis, Inggris dan daerah-daerah lain yang memeng suka berpetualang, tak ketinggalan juga berangkat ke Palestina guna mendorong semangat para kerabat dan sahabat mereka yang telah lebih dahulu berada disana. Bahkan ada beberapa yang tidak pulang, karena tanah pusaka di Eropa hanya diwariskan kepada anak laki-laki tertua, sesuai dengan hukum waris yang ada. Maka anak-anak yang lebih muda berhasrat kuat untuk pergi. Dengan meninggalkan tanah kelahiran, mereka berharap dapat menemukan kesempatan baru di tanah Palestina, yang oleh Nabi Musa dilukiskan sebagai tanah yang berlimpah dengan susu dan madu.
Pada tahun 1144 Edessa berhasil dikuasai kembali oleh orang-orang Turki, sehingga orang-orang Kristen yang telah menetap disana tidak sanggup lagi bertahan. Hal ini bukannya melemahakn, tetapi malah meningkatkan kaum Kristen untuk menyusun upaya baru guna merebut kembali tempat-tempat suci. Raja Jerman, Conrad III, dan Raja Perancis, Louis VIII, bersama-sama menghimpun dan mengerahkan tentara untuk melancarkan Perang Salib II (1147-1149). Namun pengorganisasian kekuatan itu sedemikian buruknya sehingga tak membuahkan hasil apapun. Bhakan akhirnya, Sultan Saladin mampu menguasai kembali Yerusalem dan Acre, pos utama tentara Kristen.
Kegagalan diatas membangkitkan gelombang protes. Lalu kaisar Frederick Barbarossa dari Jerman, raja Phillip Augustus dari Perancis dan Raja Richard I dari Inggris menyusun kembali tentara gabungan guna menggempur Palestina. Namun, karena ketiga raja ini saling iri hati, Perang Salib III (1189-1192) inipun gagal.
Para pengikut Perang Salib diorganisasikan sesuai dengan pola feodalisme di Eropa Barat. Pada pucuk pimpinan kerajaan terdapat seorang raja feodal. Di bawahnya adalah para vassal, kemudian para bawahan vassal. Kerajaan dibagi dalam beberapa manorial, yang digarap oleh penduduk setempat, yang berstatus sebagai setengah budak. Para tuan tanah bertanggung jawab atas penduduk wilayah manorialnya, dan tunduk pada raja.
Di Palestina kaum Kristen dan muslim hidup berdampingan, dan secara bertahap belajar untuk saling menghormati. kebencian lama terhadap kaum muslim, yang sering diperlihatkan oleh para pendatng baru mulai pudar, ketika kaum Kristen sadar akan keunggulan budaya dan kebajikan orang-orang Saracen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar