Sepuluh. Angka ini mendadak tidak lepas dari benak pikiran serta ramai
menjadi pembahasan penggemar sepakbola tanah air, Rabu (29/2) malam
lalu. Pasalnya, telah tercipta sejarah yang sayangnya merupakan
peristiwa memalukan bagi timnas Indonesia. Pada laga terakhir
kualifikasi Piala Dunia 2014 zona Asia, Indonesia ditelan tuan rumah
Bahrain, 10-0.
Sepuluh gol tercipta ke dalam gawang Andi Muhammad
Guntur. Seakan kian melengkapi penderitaan, Samsidar menerima kartu
merah pada menit ketiga pertandingan, menyusul kartu merah kepada
pelatih Aji Santoso, dan empat kali hukuman penalti yang dijatuhkan
wasit Andre El Haddad asal Libanon. Sejarah juga mencatat, tidak ada tim
lain setelah Brighton & Hove Albion pada Maret 1989 yang menerima
empat hukuman penalti sekaligus pada satu pertandingan.
GOAL.com
mencoba merangkum sepuluh hasil pertandingan terburuk yang pernah
dialami Indonesia sepanjang sejarah. Definisi "terburuk" tidak mesti
berarti kekalahan dengan skor besar, tetapi juga hasil-hasil mengejutkan
dan di luar dugaan yang mencegah terwujudnya mimpi Indonesia untuk
berprestasi. Sepuluh pertandingan ini juga dipilih berdasarkan dampaknya
terhadap perkembangan sepakbola tanah air secara keseluruhan. Dengan
demikian, kekalahan 7-1 dari Uruguay, misalnya, pada laga ujicoba tidak
masuk dalam catatan.
Catatan hasil-hasil ini juga tidak
dimaksudkan untuk menghujat, melainkan dilakukan dengan semangat
pembelajaran dari pengalaman yang sudah dialami Indonesia. Sepakbola
tidak melulu soal kemenangan, tetapi juga bagaimana caranya bangkit dari
keterpurukan.
1. Mogok di debut regional, vs Thailand 1-1, SEA Games 1977
Untuk
kali pertama Indonesia berpartisipasi di pesta olahraga negara Asia
Tenggara, SEA Games. Di cabang sepakbola, Indonesia disematkan status
favorit karena sudah langganan tampil di turnamen antarnegara seperti
Merdeka Games, Piala Raja Thailand, atau Piala Presiden Korea Selatan.
Status favorit kian lantang ketika Indonesia mampu mengalahkan tuan
rumah Malaysia 2-1 pada laga debut SEA Games. Setelah laga itu, skuad
Indonesia menuding kubu tuan rumah menerapkan strategi tidak sportif
dengan jadwal ketat. Puncaknya terjadi ketika di laga semi-final
Indonesia memprotes kepemimpinan wasit Othman Omar, asal Malaysia, yang
dianggap berat sebelah. Pemain Indonesia berkelahi dengan Thailand dan
wasit menghentikan pertandingan pada menit ke-60 pada kedudukan 1-1.
Indonesia menolak melanjutkan laga sehingga panitia memberikan
kemenangan kepada Thailand. Indonesia pun melanjutkan protes dengan
mogok bertanding pada pertandingan perebutan medali perunggu melawan
Burma.
2. Super-Mokh membungkam Senayan, vs Malaysia 0-1, SEA Games 1979
Setelah kasus mogok pada partisipasi debut, Indonesia berhasil melaju
ke babak puncak SEA Games 1979 yang digelar di kandang sendiri. Ratusan
ribu pasang mata memadati Senayan berharap Indonesia mampu melengkapi
gelar juara umum dengan medali emas cabang primadona, sepakbola. Apalagi
musuh di laga puncak adalah seteru abadi, Malaysia. Harapan masyarakat
Indonesia musnah di kaki penyerang legendaris Harimau Malaya, Mokhtar
Dahari. Memanfaatkan kecerobohan Ronny Pattinasarany, pemain berjuluk
Super-Mokh itu berhasil membobol gawang Ronny Paslah pada menit ke-21.
Indonesia gagal membalas sepanjang sisa pertandingan dan rivalitas dua
negara tetangga ini pun kian dalam.
3. Raksasa melawan liliput, vs Fiji 3-3, Kualifikasi Piala Dunia 1982
Indonesia tak mampu mengalahkan Fiji, negara seukuran provinsi Nusa
Tenggara Barat, dalam dua pertemuan pada kualifikasi Piala Dunia 1982.
Tergabung di Sub Grup A kualifikasi Piala Dunia 1982 bersama Selandia
Baru, Australia, Taiwan, dan Fiji, Indonesia nyaris saja terhempas
menjadi juru kunci. Hasil buruk dibukukan pada empat laga pertama ketika
dibekuk Selandia Baru 2-0 dan 5-0, kandang dan tandang, menyerah 2-0
dari Australia di Melbourne, dan bermain imbang 0-0 melawan tuan rumah
Fiji. PSSI memutuskan mengganti pelatih Harry Tjong dengan Endang
Witarsa. Di Senayan, dua hari sebelum melawan Fiji, seperti dilansir
Tempo, manajer Syarnoebi Said akan menyuruh pemain Indonesia bersumpah
guna menepis kecurigaan kemungkinan disuap. Di lapangan, Indonesia
sempat unggul 3-1 sebelum akhirnya disamakan 3-3 oleh Fiji hingga
pertandingan berakhir. Beruntung Indonesia selamat dari posisi juru
kunci setelah menaklukkan Australia 1-0 pada laga pamungkas yang sudah
tidak menentukan.
4. Antiklimaks Garuda 1, vs Thailand 0-7, SEA Games 1985
Hanya
empat bulan setelah sukses menjuarai Sub Grup B kualifikasi Piala Dunia
1986 dan hanya kalah dari Korea Selatan yang lolos ke Meksiko,
Indonesia tidak tampil dengan standar yang sama di SEA Games di
Thailand. Padahal Indonesia tampil dengan sisa-sisa skuad Garuda 1 yang
berlatih khusus di Brasil. Bedanya, Bertje Matulapelwa ditunjuk menjadi
pelatih menggantikan Sinyo Aliandoe. Pada partisipasi kali ini,
Indonesia hanya mampu bermain imbang sekali dalam empat pertandingan.
Puncaknya adalah kekalahan telak 7-0 dari tuan rumah Thailand di
semi-final. Usai SEA Games, Bertje tetap dipercaya PSSI menangani
timnas. Seperti diketahui, Bertje kemudian sukses membawa Indonesia
menempati peringkat keempat Asian Games 1986. Kegagalan SEA Games
rupanya menjadi pelecut Indonesia untuk melaju jauh di Asian Games dan
kemudian sukses menjuarai SEA Games 1987 yang digelar di Jakarta.
5. Gol bunuh diri Mursyid Effendy, vs Thailand 2-3, Piala Tiger 1998
Untuk
menghindari tuan rumah sekaligus favorit Vietnam di semi-final,
Indonesia dan Thailand "menolak" menang pada pertandingan terakhir babak
penyisihan Grup A. Kedua tim sudah dipastikan lolos ke semi-final,
tetapi hasil imbang saja sudah cukup bagi Thailand untuk menempati
posisi runner-up dan terhindar dari laga melawan Vietnam.
Ketidakseriusan memuncak usai jeda. Indonesia memimpin dua kali sebelum
selalu disamakan Thailand. Puncaknya, pada menit ke-90 Mursyid Effendi
melesakkan bola ke dalam gawang sendiri! Thailand menang 3-2 dan
berhadapan dengan Vietnam di semi-final. Ketua Umum PSSI Azwar Anas
menyambut kepulangan timnas di bandara dan sambil berlinang air mata
menyatakan pengunduran diri karena insiden memalukan itu. Setelahnya,
Mursyid juga mendapat sanksi larangan bermain untuk timnas seumur hidup
oleh FIFA.
6. Antiklimaks di Negeri Tirai Bambu, vs Cina 0-5, Piala Asia 2004
Bersama
pelatih Bulgaria yang senantiasa didampingi penerjemah bahasa
Indonesia, Ivan Kolev, membawa Garuda mengejutkan Asia dengan
menundukkan Qatar 2-1 pada laga perdana Grup A Piala Asia 2004. Hasil
tersebut menyebabkan Qatar memecat pelatih Philippe Troussier. Optimisme
pun melambung karena minimal Indonesia membutuhkan satu poin tambahan
melawan Cina dan Bahrain pada dua laga susulan. Nyatanya, Indonesia
tampil lesu pada laga kedua menghadapi tuan rumah Cina. Alex Pulalo
mendapat kartu merah pada menit ke-29 dan Garuda menyerah 5-0. Pada laga
terakhir Indonesia dikalahkan Bahrain 3-1 dan gagal masuk delapan
besar. Kolev kemudian tidak melanjutkan tugas sebagai pelatih dan
digantikan oleh Peter Withe untuk Piala AFF tahun yang sama. Tim besutan
Withe, dengan mengandalkan bintang baru seperti Boaz Solossa dan Ilham
Jayakesuma, tampil mempesona di turnamen tersebut.
7. Blunder Garuda Muda, vs Suriah 0-7, kualifikasi Piala Dunia 2010
Gairah
publik meningkat setelah penampilan Indonesia di Piala Asia 2007 yang
terbilang memuaskan meski gagal lolos ke babak perempat-final. Semangat
melaju jauh di kualifikasi Piala Dunia pun mengapung ketika berhadapan
dengan Suriah di babak eliminasi. Apa lacur, 9 November, Indonesia harus
mengakui keunggulan tim tamu 4-1. Merasa tak lagi punya peluang,
Indonesia mengirimkan tim U-23 yang disiapkan mengikuti SEA Games 2007.
Kebijakan itu terbukti menjadi blunder. Garuda Muda menyerah 7-0 di
Damaskus dan gagal total di Nakhon Rachasima, Thailand. Pelatih Ivan
Kolev yang dipuja-puja saat Piala Asia pun sontak kehilangan kepercayaan
PSSI dan digantikan dengan Benny Dollo di awal 2008.
8. Tersandung di Bukit Jalil, vs Malaysia 0-3, leg pertama final Piala AFF 2010
Sejengkal
lagi perjuangan Indonesia mengakhiri puasa gelar sejak 1991 akan
terwujud di Piala AFF 2010. Indonesia selalu menang dalam tiga
pertandingan penyisihan grup dan dua laga semi-final melawan tim kejutan
Filipina. Lawan di laga puncak adalah Malaysia, tim muda yang ditelan
5-1 pada laga pembuka di Senayan. Dengan segala sorotan dan eksploitasi
terhadap tim asuhan Alfred Riedl, termasuk dengan kegiatan tim mengikuti
pengajian sebelum laga final, Indonesia tersandung di Bukit Jalil.
Malaysia mengejutkan dengan kemenangan 3-0 dan hasil itu hanya mampu
dibalas 2-1 pada laga kedua di Senayan beberapa hari berselang. Harapan
publik untuk berprestasi pun kembali pupus. Enam bulan setelah turnamen,
terjadi pergantian kepemimpinan PSSI dan Riedl secara kontroversial
dipecat untuk digantikan dengan Wim Rijsbergen.
9. Skandal Senayan, vs Yugoslavia Selection 2-3, Laga eksebisi
Almarhum
Tony Pogacnik tercenung setiap kali ditanya wartawan tentang peristiwa
memalukan yang terjadi di tengah persiapan Indonesia menghadapi Asian
Games 1962 di negeri sendiri. Persiapan untuk cabang sepakbola digelar
serius dengan menggelar pelatnas dan membentuk dua tim, Banteng dan
Garuda. Sejumlah laga ujicoba digelar, antara lain menghadapi Torpedo
Moskwa dan Yugoslavia Selection. Pada kekalahan 3-2 melawan Yugoslavia
Selection disinyalir sejumlah pemain timnas menerima suap. Pogacnik
bahkan sampai berlinang air mata ketika kepolisian memeriksa dan menahan
beberapa pemain atas tuduhan tersebut. Pada akhirnya, Pogacnik terpaksa
membentuk tim yang sama sekali baru. Di Asian Games, Indonesia gagal
terbang tinggi dan tersisih di penyisihan grup.
10. Tragedi Manama, vs Bahrain 0-10, Kualifikasi Piala Dunia 2014
Terakhir,
tentu saja hasil yang baru saja terjadi di pertandingan terakhir
kualifikasi menuju Brasil 2014. Tak lagi punya peluang, ditambah dengan
masalah dualisme kompetisi, PSSI memberangkatkan tim yang hanya diisi
para pemain dari kompetisi legal. Wim Rijsbergen tidak lagi menjadi
pelatih dan Aji Santoso dipercaya menukangi tim. Hasil buruk rupanya
merusak laga debut Aji serta sebagian besar para pemain di ajang
internasional. Kekalahan 10-0 di Manama ini merupakan yang terbesar
dialami Indonesia sepanjang sejarah, melampaui rekor 9-0 ketika
dikalahkan Denmark pada 1974.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar